
RI News Portal. Lampung Timur, 6 Agustus 2025 — Proyek pemeliharaan ruas jalan Negeri Tua – Tanjung Kari yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Lampung kembali menjadi sorotan tajam publik. Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Lampung Timur, Azohirri, mengkritik tajam mutu pekerjaan tambal sulam yang dinilainya tidak memenuhi standar konstruksi nasional, serta mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan.
Dalam pernyataannya kepada media pada Selasa (5/8), Azohirri menyebut bahwa proyek ini dikerjakan secara asal-asalan dan tidak sesuai dengan kebutuhan infrastruktur strategis nasional. “Rehabilitasi jalan Negeri Tua – Tanjung Kari ini seharusnya sudah berstandar nasional, karena jalan ini akan menjadi akses utama menuju Bendungan Marga Tiga. Namun kenyataannya, kedalaman galian hanya sekitar 5 cm dari seharusnya 15 cm,” ujarnya.
Azohirri menilai lemahnya pengawasan teknis dapat berpotensi mengarah pada tindak pidana korupsi dalam sektor pengadaan barang dan jasa pemerintah. Ia menyerukan keterlibatan Kejaksaan Tinggi Lampung untuk melakukan audit teknis dan investigasi mendalam terhadap proyek tersebut. “Sebagai bentuk dukungan terhadap Nawa Cita Presiden Prabowo – Gibran dalam memberantas korupsi, aparat hukum seharusnya berani mengambil langkah tegas,” tegasnya.

Tanggapan serupa juga datang dari Samsudin, anggota DPRD Lampung Timur sekaligus mantan kontraktor senior yang memiliki pengalaman teknis dalam bidang konstruksi jalan. Dalam wawancaranya pada Minggu (3/8), Samsudin menjelaskan bahwa pemeliharaan jalan provinsi memang termasuk dalam anggaran rutin daerah, namun tetap harus mengacu pada prinsip efisiensi dan mutu pekerjaan.
Ia menyoroti metode pekerjaan pecing (pengupasan dan pelapisan ulang) yang dilakukan di lokasi, yang menurutnya tidak memadai dalam hal ketebalan dan pemadatan. “Ketebalan hotmix yang saya lihat di lapangan hanya sekitar 2 cm, padahal standar minimal untuk jalan provinsi adalah 3 sampai 4 cm,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Samsudin menyoroti penggunaan alat berat yang tidak sesuai spesifikasi. “Mereka hanya menggunakan tandem roller tanpa tandem roller vibration (TR), sehingga tingkat pemadatan tidak maksimal. Padahal dalam standar pemeliharaan berkala, alat TR mutlak diperlukan,” katanya.
Ia juga mempertanyakan apakah proyek ini dikategorikan sebagai pemeliharaan rutin atau berkala, karena keduanya memiliki konsekuensi teknis dan anggaran yang berbeda.
Secara normatif, proyek pemeliharaan infrastruktur publik harus memenuhi prinsip value for money, transparansi, dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi serta Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Ketidaksesuaian antara spesifikasi teknis dan realisasi di lapangan tidak hanya mengindikasikan lemahnya pengawasan internal, tetapi juga membuka ruang bagi potensi kerugian negara dan praktik korupsi struktural. Dalam konteks ini, pelibatan aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Tinggi merupakan langkah preventif sekaligus represif untuk menjamin bahwa uang rakyat digunakan secara benar dan bertanggung jawab.
Selain itu, jika terbukti ada pengurangan volume kerja atau manipulasi spesifikasi, maka hal ini dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus pemeliharaan jalan Negeri Tua – Tanjung Kari mencerminkan pentingnya pengawasan publik terhadap proyek infrastruktur yang dibiayai oleh APBD atau APBN. Keterlibatan jurnalis, legislatif, dan masyarakat sipil menjadi instrumen demokrasi untuk memastikan pembangunan berjalan sesuai dengan asas efisiensi, efektivitas, dan integritas. Sementara itu, tanggung jawab hukum terhadap potensi penyimpangan perlu dijalankan secara profesional oleh aparat penegak hukum demi mewujudkan clean government yang menjadi cita-cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Pewarta : Lii
