RI News Portal. Jakarta, 14 Desember 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, mencerminkan kelemahan struktural dalam proses rekrutmen dan kaderisasi partai politik di Indonesia. Penilaian ini disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam pernyataan kepada awak media pada akhir pekan ini.
Menurut Budi Prasetyo, akar masalah terletak pada kurangnya integrasi antara mekanisme rekrutmen calon pemimpin daerah dengan proses kaderisasi yang berkelanjutan. Kondisi ini, katanya, memunculkan fenomena seperti praktik mahar politik, mobilitas tinggi kader antarpartai politik, serta penentuan kandidat yang lebih didasarkan pada kekuatan finansial dan tingkat popularitas ketimbang kompetensi serta integritas.
“Permasalahan ini tidak hanya memperlemah kualitas kepemimpinan daerah, tetapi juga membuka celah bagi praktik-praktik yang merusak tata kelola pemerintahan,” ujar Budi Prasetyo.

Lebih lanjut, KPK menghubungkan kasus tersebut dengan temuan bahwa Ardito Wijaya diduga menggunakan sebagian dana hasil korupsi—sekitar Rp5,25 miliar dari total Rp5,75 miliar—untuk melunasi pinjaman bank yang terkait biaya kampanye pada Pilkada 2024. Hal ini, menurut KPK, menggambarkan persistensi biaya politik yang tinggi di tanah air, yang sering kali membebani pejabat terpilih dengan kewajiban pengembalian modal melalui cara-cara tidak sah, termasuk korupsi.
Kasus ini juga memperkuat salah satu hipotesis dalam kajian ongoing KPK mengenai tata kelola partai politik, yaitu kebutuhan dana yang masif untuk berbagai aktivitas, mulai dari pemenangan pemilu, operasional harian, hingga penyelenggaraan acara internal seperti kongres dan musyawarah. Hipotesis lain yang dikonfirmasi adalah rendahnya akuntabilitas dan transparansi dalam pelaporan keuangan partai politik, yang menyulitkan pencegahan aliran dana ilegal.
Baca juga : Gala Premiere Comic 8: Revolution Santet K4BIN3T Hadirkan Regenerasi Komedi Indonesia
Untuk itu, KPK mendorong reformasi mendalam, khususnya standardisasi sistem pelaporan keuangan partai politik yang lebih ketat dan terukur. “Langkah ini esensial untuk memutus rantai aliran uang tidak sah yang dapat merembes ke dalam proses demokrasi,” tegas Budi Prasetyo. Kajian tersebut masih dalam tahap penyempurnaan dan akan diserahkan kepada pemangku kepentingan terkait sebagai rekomendasi pencegahan korupsi sistemik.
Sebagai informasi latar, pada 11 Desember 2025, KPK telah menetapkan Ardito Wijaya sebagai salah satu dari lima tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa serta gratifikasi di Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah pada tahun anggaran 2025. Penetapan ini menyusul operasi tangkap tangan yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut.
Kasus ini menambah daftar panjang tantangan dalam pemberantasan korupsi di tingkat daerah, sekaligus menekankan urgensi pembenahan internal partai politik sebagai fondasi demokrasi yang sehat.
Pewarta : Albertus Parikesit

