
RI News Portal. Jakarta, 2 September 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperluas penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) dalam pengelolaan kuota haji tahun 2023–2024. Lembaga antirasuah itu hari ini menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi dari berbagai unsur, mulai dari pejabat lembaga negara hingga pemilik biro perjalanan haji.
Nama yang paling disorot adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah, yang dipanggil untuk memberikan keterangan. Selain itu, KPK juga memanggil Deputi Keuangan BPKH Irwanto, Ketua Umum Amphuri Firman Muhammad Nur, Pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) Khalid Zeed Abdullah Basalamah, staf PT Tisaga Multazam Utama Kushardono, serta Kepala Cabang Nur Ramdhan Wisata Surabaya Agus Andriyanto.
“Pemeriksaan dilakukan terkait dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2023–2024, khususnya menyangkut mekanisme pembagian kuota haji,” jelas Plt. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Selasa (2/9/2025).

Meski belum menguraikan detail materi pemeriksaan, KPK mengonfirmasi bahwa salah satu fokus penyidikan adalah pembagian kuota haji tambahan sebanyak 20.000 yang diduga dilakukan di luar ketentuan. Kuota tersebut seharusnya mengacu pada Pasal 64 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menegaskan porsi kuota haji khusus sebesar 8 persen dari total kuota nasional.
Dalam praktiknya, KPK menemukan indikasi bahwa kuota dialokasikan dengan skema pembagian 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus, yang menyalahi aturan. Ketidaksesuaian regulasi ini diduga membuka ruang transaksi dan penyalahgunaan kewenangan.
Temuan awal KPK menyebutkan, dugaan penyimpangan kuota haji 2023–2024 berpotensi menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp1 triliun. Angka ini masih merupakan perhitungan awal dan sedang diaudit bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca juga : Mendagri Tito Karnavian Tekankan Perbaikan Fasilitas Publik Pasca-Aksi Anarkistis
“Kerugian negara yang ditimbulkan tidak hanya menyangkut aspek keuangan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap tata kelola ibadah haji sebagai ritual sakral umat Islam,” tulis KPK dalam keterangan tertulis.
Sebelumnya, penyidik telah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas serta beberapa pejabat Kementerian Agama. Selain itu, sejumlah pemilik dan pengelola agen travel haji turut dimintai keterangan untuk menjelaskan pola distribusi kuota dan keterlibatan pihak swasta dalam alokasi haji khusus.
Pemeriksaan lintas aktor ini menunjukkan bahwa kasus kuota haji bukan semata persoalan administrasi, tetapi mencerminkan persinggungan antara politik birokrasi, bisnis travel haji, dan regulasi negara.
Kasus dugaan korupsi kuota haji menjadi cermin kompleksitas pengelolaan haji di Indonesia. Dengan jumlah jemaah yang besar, tata kelola kuota memerlukan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan ketat.
Dari perspektif akademik, persoalan ini menyingkap adanya asimetris informasi antara penyelenggara, pemerintah, dan calon jemaah. Ketika ruang kebijakan tidak dijaga secara ketat, peluang penyimpangan justru lahir dari distribusi kewenangan itu sendiri.
KPK diperkirakan masih akan memanggil lebih banyak pihak untuk memperjelas konstruksi perkara, sebelum menetapkan tersangka dalam kasus yang berpotensi menjadi salah satu skandal besar pengelolaan haji di Indonesia.
Pewarta : Yudha Purnama

Dana haji pun di korupsi yang ajablah itu jang….
Gak terpikir oleh kalian calon haji itu menabungnya dari hasil keringat mereka tapi kenapa kalian tegah untuk korupsi ….
Kemakmuran yg diharapkan setiap bangsa