RI News Portal. Jakarta, 8 Desember 2025 – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Raja Juli Antoni mengumumkan penyegelan terhadap tiga subjek hukum tambahan yang diduga kuat berkontribusi pada kerusakan ekosistem hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara. Langkah ini menambah daftar menjadi tujuh subjek hukum yang telah dikenai sanksi administratif penyegelan sejak akhir November 2025.
Ketiga subjek hukum yang baru disegel adalah:
- Dua areal kerja dalam konsesi PT Alam Raya (AR) di Ramba Joring, Desa Aek Pining, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan;
- Hak atas tanah milik Jon Anson di Kecamatan Arse, Kabupaten Tapanuli Selatan;
- Hak atas tanah milik Mahmudin di Desa Sombadebata Purba, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sebelumnya, pada tahap pertama, Kementerian LHK telah menyegel empat subjek hukum lain di wilayah yang sama, yaitu konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Kecamatan Angkola Timur serta tiga pemegang hak atas tanah (PHAT) di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara.

“Penyegelan ini merupakan wujud nyata komitmen kami untuk menunaikan janji di hadapan Komisi IV DPR RI: tidak ada kompromi terhadap perusakan hutan, siapa pun pelakunya,” tegas Raja Juli Antoni dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin (8/12).
Ia menambahkan, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) masih mendalami lima subjek hukum lain yang terdeteksi melalui analisis citra satelit, verifikasi lapangan, dan pemeriksaan sampel kayu. “Jika bukti cukup, penyegelan akan langsung kami lakukan tanpa menunggu lagi,” ujarnya.
DAS Batang Toru merupakan salah satu sistem sungai kritis di Sumatera Utara yang mengalirkan air bagi ratusan ribu penduduk di Tapanuli bagian selatan hingga ke pesisir barat. Kerusakan tutupan lahan di hulu—baik melalui konversi konsesi maupun pembukaan lahan secara perorangan—telah berkorelasi erat dengan peningkatan frekuensi dan intensitas banjir bandang serta longsor dalam lima tahun terakhir, sebagaimana tercatat dalam laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) regional.
Para pakar hidrologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB University) yang diwawancarai terpisah menyatakan bahwa kehilangan fungsi serap air pada lahan-lahan yang dikonversi menjadi perkebunan monokultur atau ladang ilegal telah menurunkan kapasitas infiltrasi tanah hingga 60–70 persen di beberapa sub-DAS Batang Toru.
Berbeda dengan penindakan sebelumnya yang lebih banyak menyasar pelaku skala besar, operasi kali ini menunjukkan pola penegakan hukum yang lebih merata: dari korporasi pemegang izin konsesi hingga perorangan pemegang hak atas tanah di luar kawasan hutan. Langkah ini sekaligus menjawab kritik publik yang selama ini menilai penegakan hukum kehutanan cenderung “tebang pilih”.
Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Rasio Ridho Sani, menegaskan bahwa proses penyegelan didahului oleh pengumpulan bukti yang memenuhi prinsip due process of law administratif, termasuk pemeriksaan laboratorium forensik kayu dan analisis spasial berbasis data Ina-Geoportal serta One Map Policy.

Dengan tujuh subjek hukum telah disegel, sekitar 2.800 hektare lahan kritis di hulu Batang Toru kini berada dalam status moratorium kegiatan. Kementerian LHK menyatakan akan segera memulai program rehabilitasi terpadu dengan melibatkan masyarakat adat setempat dan pendanaan dari mekanisme REDD+ serta Dana Rehabilitasi Hutan.
Pengamat kebijakan kehutanan dari Universitas Gadjah Mada, Ahmad Maryudi, menilai langkah ini sebagai sinyal penting perubahan paradigma penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia. “Jika konsistensi ini dipertahankan, kita bisa berharap penurunan angka deforestasi neto di Sumatera Utara dalam dua hingga tiga tahun ke depan,” katanya.
Sementara itu, masyarakat sipil di Tapanuli Selatan menyambut baik langkah tegas pemerintah, namun tetap meminta transparansi penuh atas daftar lima subjek hukum yang masih dalam pendalaman serta jaminan rehabilitasi yang melibatkan partisipasi warga lokal.
Penyegelan tahap lanjutan diprediksi akan diumumkan sebelum akhir Desember 2025, sejalan dengan target Kementerian LHK untuk menyelesaikan seluruh penegakan hukum di DAS prioritas nasional pada kuartal pertama 2026.
Pewarta : Albertus Parikesit

