
RI News Portal. Jakarta, 1 Oktober 2025 – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta. Gugatan yang terdaftar pada Senin (29/9) dengan nomor perkara 648/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst ini tidak hanya menyeret Bahlil, tetapi juga PT Pertamina (Persero) dan PT Shell Indonesia sebagai pihak tergugat.
Gugatan diajukan oleh Tati Suryati, seorang warga sipil yang mengaku rutin mengisi BBM di SPBU Shell Indonesia. Dalam petitum gugatannya, Tati menyatakan bahwa pada 14 September 2025, ia tidak dapat memperoleh BBM yang biasa dibelinya di SPBU Shell. Kelangkaan ini, menurutnya, menyebabkan kerugian signifikan, baik dari sisi waktu maupun biaya, sehingga mendorongnya untuk menggugat ketiga pihak tersebut.
Menanggapi gugatan ini, Bahlil menyatakan sikap terbuka terhadap proses hukum. “Ya, kami menghargai proses hukum,” ujarnya singkat saat ditemui di sela-sela rapat Koordinasi Persiapan Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di Kantor BKPM, Jakarta, pada Rabu (1/10).

Kelangkaan BBM di SPBU swasta, seperti Shell dan bp, telah menjadi sorotan sejak Agustus 2025. Untuk mengatasi masalah ini, Bahlil mengungkapkan bahwa SPBU swasta, termasuk Shell, Vivo, bp, dan Exxon Mobil, telah menyepakati skema impor BBM tambahan melalui kolaborasi dengan Pertamina. Kesepakatan ini mencakup pembelian BBM murni (base fuel) yang kemudian akan dicampur di tangki SPBU masing-masing sesuai kebutuhan operasional.
Namun, implementasi skema ini belum berjalan mulus. Dalam pertemuan lanjutan pada Selasa (23/9), sejumlah perusahaan swasta menyatakan masih memerlukan waktu untuk berkoordinasi dengan kantor pusat global mereka. Hal ini menunjukkan adanya tantangan dalam sinkronisasi kebijakan antara pihak lokal dan internasional, yang berpotensi memperlambat penyelesaian kelangkaan BBM.
Kelangkaan BBM di SPBU swasta tidak hanya berdampak pada konsumen seperti Tati, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas koordinasi antara pemerintah, Pertamina, dan pelaku usaha swasta. Skema impor BBM yang diusulkan menjadi solusi sementara, namun keberlanjutannya bergantung pada kemampuan semua pihak untuk menyepakati teknis distribusi dan pencampuran BBM.
Baca juga : Pemeriksaan Acak Jalur Hijau Kepabeanan: Strategi Baru Menkeu Cegah Peredaran Rokok Ilegal
Gugatan perdata ini juga menjadi preseden penting dalam konteks akuntabilitas publik terhadap kebijakan energi. Dengan melibatkan Menteri ESDM secara langsung, kasus ini menyoroti kompleksitas tanggung jawab dalam rantai pasok energi nasional, terutama di tengah meningkatnya ketergantungan pada SPBU swasta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari PT Pertamina (Persero) maupun PT Shell Indonesia terkait gugatan tersebut. Perkembangan sidang di PN Jakpus akan menjadi sorotan untuk melihat bagaimana kasus ini memengaruhi kebijakan energi ke depan.
Pewarta : Yogi Hilmawan
