
RI News Poortal. Padangsidimpuan, 28 September 2025 – Di tengah gemerlap akhir pekan yang seharusnya membawa kedamaian bagi warga Kota Padangsidimpuan, sebuah insiden vandalisme terhadap situs bersejarah Masjid Syech Zainal Abidin justru meninggalkan luka mendalam bagi komunitas setempat. Minggu ini, pengelola masjid yang ikonik ini menyuarakan keprihatinan atas kelambatan penanganan kasus perusakan yang telah dilaporkan dua minggu lalu, di mana pelaku diduga masih berkeliaran bebas. Insiden ini tidak hanya merusak fisik bangunan, tetapi juga mengguncang rasa aman spiritual masyarakat desa Pudun Julu, Kecamatan Batu Nadua.
Masjid Syech Zainal Abidin, yang dibangun pada akhir abad ke-19 dan menjadi saksi bisu perjuangan dakwah di wilayah Tapanuli Selatan, kini menjadi korban aksi nekat yang menargetkan simbol keagamaan ini. Pada pertengahan September, pagar masjid dilaporkan dirusak secara sengaja, pohon-pohon di halaman roboh, dan merek masjid yang menjadi identitasnya ikut tumbang. Tak berhenti di situ, dinding perpustakaan masjid tercoret-coret dengan tulisan pilox provokatif: “Saya membayar pajak ini dengan dana pribadi.” Aksi ini, yang terjadi di area yayasan masjid, diduga dilakukan oleh individu yang identitasnya telah diketahui pelapor, memicu kekhawatiran akan potensi eskalasi konflik sosial.
Laporan resmi atas kejadian ini telah diajukan ke Polres Kota Padangsidimpuan pada 15 September 2025, dengan nomor Surat Tanda Laporan Polisi (STPL) B/422/IX/2025/SPKT/Polres Padangsidimpuan, Polda Sumatera Utara. Bukti berupa foto kerusakan, saksi mata yang menyaksikan penebangan pohon dan penjebolan pagar, serta keterangan pelapor telah diserahkan. Bahkan, pada Jumat, 26 September 2025, pukul 14.00 WIB, pelapor telah dimintai keterangan lebih lanjut oleh pihak berwenang. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada tindak lanjut signifikan dari kepolisian untuk mengamankan tersangka.

Mombang Harahap, Ketua Pengelola Yayasan Masjid Syech Zainal Abidin, menyampaikan keheranannya secara terbuka dalam wawancara eksklusif dengan tim redaksi. “Kami merasa heran dan kecewa. Pelaku sudah jelas identitasnya, laporan sudah lengkap sejak dua minggu lalu, tapi mengapa sampai hari ini dia masih bebas berkeliaran? Ini bukan sekadar perusakan pagar atau coretan dinding; ini serangan terhadap warisan budaya dan keimanan kami di Desa Pudun Julu,” ujar Harahap dengan nada prihatin. Ia menekankan bahwa masjid ini bukan hanya tempat ibadah, melainkan pusat pendidikan dan kegiatan majelis taklim yang melibatkan ratusan warga, termasuk kaum perempuan dan anak muda.
Tanggapan serupa disuarakan oleh Imam Masjid, Ahmad Jais Nasution, yang melihat insiden ini sebagai ancaman langsung terhadap keharmonisan komunitas. “Kami sangat mengherankan kenapa pelaku perusakan belum diamankan. Tulisan provokatif di dinding perpustakaan seperti ‘Saya membayar pajak ini dengan dana pribadi’ terasa seperti ejekan yang sengaja menimbulkan keresahan. Yang kami khawatirkan, anggota majelis taklim—terutama perempuan dan keluarga—tidak akan menerima perlakuan seperti ini. Bisa saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika dibiarkan berlarut-larut,” kata Nasution. Ia mendesak Polres Padangsidimpuan untuk segera menangani kasus ini, termasuk perobohan merek masjid dan coretan di perpustakaan, agar keadilan ditegakkan sebelum situasi memburuk.
Baca juga : Penahanan George Galloway di Bandara Gatwick: Antara Keamanan Nasional dan Tuduhan Penindasan Politik
Pengurus yayasan lainnya turut menambahkan suara seruan yang mendesak. Salah seorang pengurus, yang enggan disebut namanya demi keamanan, mengungkapkan bahwa saksi-saksi telah siap memberikan kesaksian lengkap atas aksi penebangan pohon dan penjebolan pagar. “Bukti dan saksi sudah ada sejak awal. Pelaku ini melakukan semuanya di siang bolong, di depan mata warga. Kini, kami dari seluruh pengurus—mulai ketua yayasan, imam, majelis taklim, hingga anggota biasa—memohon kepada Pak Kapolres agar secepat mungkin mengamankan pelaku. Tindakan ini sangat sensitif di mata masyarakat; masjid adalah jantung kami, dan perusakannya bisa memicu reaksi emosional yang luas,” tegasnya.
Kasus ini menambah daftar kekhawatiran terkait keamanan rumah ibadah di Sumatera Utara, di mana insiden serupa pernah mencuat di berbagai daerah sebagai bentuk intoleransi atau konflik lokal. Meski Polres Padangsidimpuan belum memberikan pernyataan resmi terkait kemajuan penyelidikan, pihak pengelola masjid berharap sinergi antara masyarakat dan aparat penegak hukum—seperti yang pernah dibangun dalam kunjungan silaturahmi sebelumnya—dapat segera diaktifkan kembali. “Kami percaya pada institusi kepolisian, tapi keadilan harus cepat, sebelum luka ini membekas lebih dalam,” pungkas Harahap.
Hingga kini, warga Desa Pudun Julu tetap menjaga ketenangan dengan doa bersama, sambil menanti langkah tegas dari pihak berwenang. Insiden ini menjadi pengingat bahwa pelestarian warisan seperti Masjid Syech Zainal Abidin—yang telah berdiri sejak 1880 sebagai masjid tertua di kota ini—memerlukan komitmen kolektif untuk menjaga harmoni sosial.
Pewarta : Indra Saputra
