
RI News Portal. Manado, 18 Oktober 2025 – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut) secara resmi menetapkan Prof. Ellen J. Kumaat, mantan Rektor Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan tiga gedung fakultas baru di kampus tersebut. Penetapan ini menandai puncak dari penyelidikan intensif yang mengungkap kerugian negara mencapai Rp2,227 miliar.
Pengumuman disampaikan oleh Kepala Kejati Sulut Andi Muhammad Taufik melalui Kepala Seksi Pembinaan Kumuhum Januarius Bolitobi, SH, pada Sabtu (18/10/2025). Selain Kumaat (EJK), penyidik juga menjerat tiga tersangka lain: JRT selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Ir. S sebagai General Manager PT. AK (Persero) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek, serta HP sebagai Team Leader Konsultan Pengawas/PMSC.
Dari keempatnya, tiga tersangka utama—EJK, JRT, dan Ir. S—langsung ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIA Malendeng Manado untuk 20 hari ke depan, mulai 17 Oktober 2025. Penahanan ini dilakukan guna menjamin kelancaran proses penyidikan. Sementara itu, HP belum ditahan karena kondisi kesehatannya yang sedang menurun, sebagaimana dinyatakan hasil visum medis dari dokter.

Hasil audit forensik oleh tim auditor keuangan mengungkap bahwa proyek pembangunan satu gedung Fakultas Hukum dan dua gedung Fakultas Teknik Unsrat menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2.227.342.804,60. Penyimpangan mencakup mark-up harga material, penggelembungan volume pekerjaan, serta kelalaian pengawasan yang disengaja.
“Sebagai mantan rektor, EJK diduga memainkan peran sentral dalam memuluskan aliran dana fiktif melalui koordinasi dengan PPK dan pelaksana proyek,” jelas Bolitobi dalam konferensi pers virtual. Ia menambahkan bahwa bukti transaksi mencakup dokumen kontrak, laporan kemajuan palsu, dan rekaman komunikasi internal yang menunjukkan kongkalikong antarpihak.
Tersangka-semuanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsidiair Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah.
Kasus ini tidak hanya mengguncang dunia akademik Unsrat, tetapi juga memicu keresahan di kalangan mahasiswa dan dosen. Proyek yang direncanakan sejak 2022 ini seharusnya menjadi simbol kemajuan infrastruktur pendidikan tinggi di Sulawesi Utara. Kini, ketiga gedung tersebut terbengkalai di tahap 70 persen, dengan risiko ambruk akibat kualitas bahan substandar.
Baca juga : Pencopotan Plt Kadis PUPR Madina Diduga Terkait Suap Rp7,27 Miliar: Sertijab Pejabat Baru Digelar Tertutup
Rektor Unsrat saat ini, Dr. Krismery Lentu, menyatakan duka mendalam atas insiden ini. “Kami berkomitmen membersihkan institusi dari praktik korupsi dan memastikan transparansi anggaran ke depan,” katanya melalui pernyataan resmi. Sementara itu, aktivis mahasiswa Unsrat menuntut audit independen lebih lanjut, menyoroti potensi keterlibatan pihak lain di birokrasi kampus.
Kejati Sulut menegaskan penyidikan akan digali lebih dalam, termasuk analisis alur dana melalui rekening bank dan wawancara saksi kunci dari kalangan kontraktor serta pejabat universitas. “Kami tidak akan berhenti di empat tersangka ini. Bukti awal menunjukkan jaringan lebih luas, termasuk kemungkinan suap dari vendor eksternal,” tegas Bolitobi.
Para pakar hukum memandang kasus ini sebagai momentum penting dalam pemberantasan korupsi di sektor pendidikan. Dr. Fransiscus X. E. Adikusu, akademisi hukum dari Universitas Negeri Manado, menganalisis: “Penetapan mantan rektor sebagai tersangka menegaskan bahwa elite akademik tidak kebal hukum. Ini bisa menjadi preseden untuk reformasi tata kelola proyek kampus nasional, di mana pengawasan independen menjadi kewajiban mutlak.”
Hingga berita ini diturunkan, Kejati Sulut terus memeriksa 15 saksi tambahan, termasuk mantan dekan fakultas terkait. Masyarakat Sulawesi Utara diharapkan mendukung upaya ini demi terciptanya tata kelola bersih di lembaga pendidikan negeri. Pengembangan kasus akan terus dimonitor.
Pewarta : Marco Kawulusan
