
RI News Portal. Singkawang, Kalimantan Barat — Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Kelurahan Pangmilang, Kecamatan Singkawang Selatan, terus meluas secara signifikan hingga mencapai 31 hektare per Rabu, 30 Juli 2025. Lokasi kebakaran yang berada di sekitar kawasan akses masuk Bandara Singkawang ini memicu kekhawatiran terkait gangguan transportasi, keselamatan lingkungan, serta ancaman kesehatan masyarakat akibat kabut asap yang ditimbulkan.
Kepala Daops Manggala Agni Kalimantan IX/Singkawang, Yuyu Wahyudin, dalam keterangan resminya menyampaikan bahwa hingga saat ini, upaya pemadaman baru mampu menjangkau sekitar 0,6 hektare area terbakar. “Kondisi di lapangan sudah seperti lautan api dengan asap tebal. Ditambah hembusan angin yang berubah-ubah, sehingga menyulitkan proses pemadaman,” ujarnya.

Merespons kebakaran yang semakin meluas, tim gabungan dari berbagai instansi dilibatkan secara intensif. Di antaranya, Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api (MPA) 59 dan MPA Sedau, TNI, Polri, Satpol PP, BPBD, serta sejumlah lembaga teknis pemerintah daerah. Koordinasi lapangan dilakukan di Posko Siaga Karhutla Kota Singkawang guna memperkuat strategi respons dan penanganan berbasis data serta observasi lapangan.
Selain pemadaman berbasis darat, intervensi udara melalui operasi water bombing oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga telah dilakukan. Namun, hingga laporan terakhir, metode ini belum menunjukkan efektivitas optimal karena hambatan cuaca dan kondisi medan.
Baca juga : Presiden Prabowo Beri Penghormatan Terakhir kepada Ekonom Senior Kwik Kian Gie di RSPAD
Pemerintah Kota Singkawang turut mengambil inisiatif strategis dengan rencana pembangunan parit pembatas dan penyediaan sumur bor sebagai sumber air tambahan bagi tim pemadam. Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie, menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk membatasi laju api dan meningkatkan akses sumber daya air dalam penanganan kebakaran lahan.
“Kami akan buat parit untuk membatasi laju api dan sumur bor sebagai sumber air tambahan. Ini bagian dari mitigasi jangka pendek agar api tidak meluas,” tegasnya. Ia juga menyerukan peningkatan peran camat dan Forkopimcam untuk memperketat pengawasan serta mengedukasi masyarakat tentang bahaya dan konsekuensi hukum dari pembakaran lahan.
Fenomena karhutla yang berulang di Kalimantan Barat mencerminkan pentingnya perbaikan tata kelola lingkungan dan penguatan sistem peringatan dini. Dalam konteks perubahan iklim dan musim kemarau berkepanjangan, karhutla tidak hanya menimbulkan kerugian ekologis tetapi juga mengancam ketahanan wilayah, terutama dalam aspek transportasi, kesehatan, dan sosial ekonomi masyarakat lokal.
Para akademisi dan pengamat kebijakan lingkungan menilai bahwa penanganan karhutla harus mengedepankan pendekatan ekosistem terintegrasi, dengan kombinasi antara regulasi hukum yang tegas terhadap pembakar lahan, investasi teknologi pemantauan, serta pemberdayaan komunitas berbasis kearifan lokal. Penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan, baik individu maupun korporasi, juga dinilai sebagai langkah krusial dalam membangun efek jera.
Kebakaran hutan dan lahan di Pangmilang, Singkawang Selatan, menjadi sinyal kuat bagi perlunya perbaikan sistem mitigasi bencana secara holistik. Tanpa respons terstruktur dan kolaboratif antar sektor, risiko kebakaran akan terus membayangi Kalimantan Barat, terlebih dalam konteks musim kemarau dan tekanan penggunaan lahan yang intensif.
Pewarta : Eka Yuda
