
RI News Portal. Lampung Barat, 15 September 2025 – Di tengah tantangan ketahanan pangan nasional yang semakin kompleks akibat perubahan iklim dan urbanisasi, inisiatif Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Barat untuk merevitalisasi lahan terbengkalai menjadi sorotan. Bupati Lampung Barat, Parosil Mabsus, secara terbuka mengapresiasi gagasan ini sebagai bentuk sinergi inovatif antara lembaga penegak hukum dan pemerintah daerah, yang tidak hanya mendukung program nasional ketahanan pangan tetapi juga memberdayakan komunitas pedesaan secara berkelanjutan.
Pengakuan ini muncul saat Parosil mendampingi Kepala Kejari Lampung Barat, M. Zainur Rochman, dalam peninjauan persiapan penyambutan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung, Danang Suryo Wibowo. Agenda tersebut bertujuan meresmikan lahan seluas 1,5 hektare di Pemangku Tanjung Kemala, Pekon Tanjung Raya, Kecamatan Sukau, yang akan menjadi lokasi program Pekon Binaan Ketahanan Pangan Adhyaksa. Lahan ini, milik warga setempat, telah terbengkalai sejak 1994 pasca-gempa bumi yang merusak infrastruktur pertanian di wilayah tersebut, meninggalkan potensi produktif yang tak tergarap selama puluhan tahun.
Program Pekon Binaan Ketahanan Pangan Adhyaksa, yang digagas Kejari Lampung Barat, mewakili pendekatan holistik dalam mendukung ketahanan pangan daerah. Berbeda dari inisiatif konvensional yang sering terfokus pada subsidi langsung, program ini menekankan pemanfaatan aset terlantar melalui kolaborasi lintas sektor. “Saya sangat mengapresiasi inisiatif dan kepedulian Kejari Lampung Barat yang telah menggagas program ini,” kata Parosil Mabsus. Menurutnya, langkah ini bukan sekadar proyek pertanian, melainkan contoh konkret sinergi antara aparat penegak hukum dan pemerintahan lokal untuk mendorong ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks lebih luas, apresiasi ini mencerminkan evolusi peran kejaksaan di Indonesia, yang kini tidak hanya berfokus pada penegakan hukum pidana tetapi juga kontribusi sosial-ekonomi, sesuai dengan arahan nasional untuk integrasi kebijakan pangan.

Dari perspektif akademis, inisiatif ini dapat dianalisis melalui lensa teori pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dan ekonomi sirkular, di mana lahan idle diubah menjadi aset produktif tanpa memerlukan ekspansi baru yang berpotensi merusak lingkungan. Kajian serupa dari Universitas Lampung menunjukkan bahwa revitalisasi lahan terbengkalai di wilayah rawan bencana seperti Lampung Barat bisa meningkatkan output pertanian hingga 30 persen, sambil mengurangi ketergantungan pada impor pangan. Program ini juga selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) PBB, khususnya tujuan nomor 2 (Zero Hunger) dan nomor 17 (Partnerships for the Goals), dengan menjadikan kejaksaan sebagai katalisator perubahan.
Sementara itu, M. Zainur Rochman menjelaskan visi program tersebut dengan lebih rinci. “Program ini bertujuan mendukung ketahanan pangan daerah secara berkelanjutan, mendorong efisiensi distribusi pupuk dan bantuan pertanian, meningkatkan pendapatan masyarakat Pekon Tanjung Raya, serta mewujudkan model percontohan pekon binaan yang dikelola secara profesional dan akuntabel,” ujarnya. Rochman menekankan bahwa lahan tersebut akan difokuskan pada pertanian padi produktif, dengan pendekatan berkelanjutan yang melibatkan teknologi irigasi sederhana dan pelatihan petani lokal. Pendekatan ini diharapkan tidak hanya menghidupkan kembali lahan mati, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi mikro yang mandiri, di mana hasil panen bisa didistribusikan melalui koperasi desa untuk menstabilkan harga pangan lokal.
Baca juga : Indonesia Perkuat Komitmen Pariwisata Global melalui Deklarasi Mpumalanga di G20 Afrika Selatan
Kolaborasi ini membuka peluang bagi Lampung Barat untuk menjadi model nasional dalam integrasi aspek hukum, pertanian, dan pemberdayaan masyarakat. Secara teoritis, sinergi semacam ini bisa direplikasi di daerah lain yang menghadapi masalah lahan terbengkalai akibat bencana alam atau konflik agraria. Namun, tantangan utama tetap pada keberlanjutan pendanaan dan partisipasi masyarakat, yang memerlukan monitoring ketat untuk menghindari kegagalan seperti program serupa di masa lalu. Dengan peresmian yang dijadwalkan segera, program ini diharapkan memberikan dampak langsung: dari peningkatan produksi pangan hingga penguatan resiliensi komunitas terhadap krisis global.
Berita ini disusun dengan pendekatan jurnalistik akademis, menggabungkan fakta lapangan dengan analisis mendalam untuk memberikan perspektif yang lebih reflektif daripada laporan berita konvensional, sambil menjaga objektivitas dan kedalaman intelektual.
Pewarta : IF
