
RI News Portal. Pontianak – Kehadiran organisasi berbasis etnis dalam lanskap masyarakat majemuk Kalimantan Barat kembali mendapat perhatian publik. Gubernur Kalbar, Ria Norsan, secara resmi menghadiri pelantikan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Persatuan Keturunan Suku Bugis (PKSB) Kalbar periode 2025–2030 di Pendopo Gubernur Kalbar, Minggu (24/8/2025).
Dalam sambutannya, Norsan menekankan bahwa eksistensi masyarakat Bugis di Kalbar telah menunjukkan kontribusi nyata dalam pembangunan, tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga pendidikan, pemerintahan, serta sosial budaya. Menurutnya, spirit keberanian dan falsafah “ilmu padi”—semakin berisi semakin merunduk—menjadi identitas kuat yang melekat pada etnis Bugis.
“Sebanyak apapun organisasi suku Bugis, jangan sampai hanya menjadi buih di lautan, banyak jumlahnya tetapi tidak memberi manfaat. Jadilah kokoh seperti karang di tengah lautan,” tegas Norsan.

Kalimantan Barat dikenal sebagai salah satu provinsi dengan tingkat pluralitas tinggi di Indonesia. Kehadiran organisasi etnis, baik Bugis, Melayu, Dayak, maupun Tionghoa, sering kali menjadi wadah sosial yang berperan dalam menjaga identitas sekaligus memperkuat jaringan solidaritas.
Dalam konteks ini, Norsan menegaskan pentingnya peran organisasi untuk tidak hanya berorientasi pada internal komunitas, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi pembangunan daerah. Ia mencontohkan, meskipun pertumbuhan ekonomi Kalbar saat ini cukup stabil dan inflasi terkendali, indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih berada di peringkat bawah nasional, bahkan di bawah Kalimantan Utara.
“Keterbelakangan IPM adalah tantangan kolektif. Organisasi seperti PKSB perlu mengambil bagian dalam mendorong peningkatan pendidikan dan penguasaan teknologi,” ujarnya.
Baca juga : Tukang Tebang Pohon di Sragen Tewas Tersetrum: Cermin Minimnya Keselamatan Kerja di Sektor Informal
Norsan juga mengingatkan pentingnya literasi digital bagi masyarakat Bugis dan masyarakat Kalbar pada umumnya. Era digital menuntut penguasaan teknologi informasi sebagai instrumen mobilitas sosial dan ekonomi. Dengan demikian, keberadaan organisasi etnis tidak hanya diukur dari kegiatan seremoni, melainkan sejauh mana mampu melahirkan generasi unggul yang adaptif terhadap perkembangan global.
Secara akademis, pesan Norsan juga mencerminkan dialektika antara politik identitas dan persatuan bangsa. Identitas etnis, jika dikelola secara eksklusif, berpotensi memunculkan fragmentasi. Namun, bila diarahkan pada pembangunan inklusif, justru menjadi modal sosial yang strategis.
Analogi “sapu lidi” yang digunakan Norsan menggambarkan pentingnya konsolidasi internal organisasi, sekaligus ajakan untuk menjalin sinergi dengan komunitas etnis lain. Hal ini sejalan dengan konsep intercultural citizenship, yaitu kesadaran bahwa partisipasi dalam ruang publik harus melampaui batas-batas etnis menuju kepentingan bersama.
Pelantikan PKSB Kalbar periode 2025–2030 bukan sekadar agenda seremonial, tetapi momentum untuk meneguhkan kembali posisi masyarakat Bugis dalam peta pembangunan daerah. Tantangan IPM rendah, literasi digital, serta kohesi sosial menuntut organisasi ini berperan lebih substantif.
Dengan demikian, kehadiran PKSB dan organisasi sejenis di Kalbar akan dinilai bukan hanya dari jumlah anggota, tetapi dari kemampuan menghadirkan nilai manfaat kolektif yang tahan uji, layaknya karang yang tetap kokoh meski diterpa ombak.
Pewarta : Eka Yuda
