
RI News Portal. Jakarta, 18 September 2025 – Penunjukan Erick Thohir oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) di Kabinet Merah Putih dinilai sebagai langkah strategis yang mencerminkan komitmen pemerintah terhadap revitalisasi sektor olahraga Indonesia. Dengan latar belakang pengalaman luas di bidang olahraga, Erick diharapkan mampu mengintegrasikan jaringan internasionalnya untuk mendorong prestasi nasional, meskipun tantangan seperti pembagian perhatian antar cabang olahraga dan potensi konflik kepentingan tetap menjadi sorotan kritis.
Pengamat olahraga menyoroti rekam jejak Erick sebagai aset utama dalam penugasan ini. Sebagai mantan pemilik klub basket dan sepak bola, serta peranannya dalam penyelenggaraan Asian Games 2018, Erick tidak asing dengan dinamika olahraga kompetitif. Erwin Fitriansyah, seorang analis sepak bola, menekankan bahwa pengalaman ini akan mempercepat adaptasi Erick dibandingkan dengan pejabat yang kurang familiar dengan sektor tersebut. “Dengan latar belakang itu, adaptasi seharusnya tidak memakan waktu lama, terutama jika dibandingkan dengan mereka yang minim pengetahuan olahraga,” ujar Erwin dalam wawancara di Jakarta pada Kamis ini.
Koneksi global Erick, termasuk keanggotaannya di Komite Olimpiade Internasional (IOC), dipandang sebagai katalisator untuk meningkatkan daya saing Indonesia di arena internasional. Namun, Erwin juga menggarisbawahi risiko ketidakseimbangan perhatian. “Erick lebih dikenal di basket dan sepak bola, jadi dia harus memastikan distribusi sumber daya yang adil ke cabang olahraga lain,” katanya. Selain itu, posisinya sebagai Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana ia akan membagi fokus antara tanggung jawab kementerian dan federasi tersebut.

Dari sisi legislatif, respons positif datang dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menyampaikan selamat atas penunjukan ini sambil menegaskan kepercayaan terhadap pilihan presiden. “Siapa pun yang dipilih Presiden adalah yang terbaik untuk bangsa. Kami di Komisi X siap mendukung,” kata Lalu. Ia menyoroti urgensi desain besar olahraga nasional, khususnya dalam persiapan even internasional seperti SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade. “Pembinaan atlet harus inklusif, tanpa diskriminasi antar cabang, dan sektor kepemudaan perlu prioritas untuk membangun generasi unggul menuju Indonesia Emas,” tambahnya, seraya mengingatkan keterbatasan anggaran yang mengharuskan inovasi kreatif dari Menpora baru.
Pendiri Football Institute, Budi Setiawan, menyebut keputusan ini sebagai “angin segar” yang menandakan keseriusan pemerintah dalam reformasi olahraga. Menurutnya, pengalaman Erick—mulai dari kepemimpinan di Komite Olimpiade Indonesia hingga posisi di IOC—jarang dimiliki oleh menteri sebelumnya. “Rekam jejaknya tidak bisa diabaikan; ini akan membantu memperbaiki sistem pembinaan atlet secara holistik,” ujar Budi. Ia juga membela rangkap jabatan Erick, menyatakan bahwa undang-undang nasional maupun statuta FIFA tidak melarangnya. “Ini bukan pelanggaran; justru pengalaman di PSSI bisa sinergis dengan peran di kementerian,” tegasnya.
Baca juga : Dugaan Proyek Siluman Irigasi di Sragen: Ancaman Lingkungan dan Kekacauan Tata Kelola Pemerintahan
Dalam pernyataan pertamanya sebagai Menpora, Erick Thohir menekankan komitmennya untuk mendukung semua cabang olahraga, meskipun dengan skala prioritas sesuai arahan presiden. “Saya harus memandang semua cabang olahraga sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Tapi, pesan Presiden jelas: kita harus tentukan prioritas untuk efisiensi,” katanya. Erick juga mengonfirmasi bahwa ia akan mempertahankan posisi di PSSI untuk sementara, sambil menunggu masukan dari Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA).
“Tidak ada keputusan tergesa-gesa. Saya akan laporkan secara resmi ke FIFA dan tunggu penilaian mereka, mengingat track record saya di sepak bola selama ini,” ujar Erick, merujuk pada pengalamannya sebagai Menteri BUMN yang juga sah secara hukum. Langkah ini diharapkan menghindari potensi konflik internasional, sekaligus memastikan transparansi dalam pengelolaan dual-role tersebut.
Penunjukan ini datang di tengah momentum pasca-pemilu, di mana olahraga dianggap sebagai instrumen soft power untuk memperkuat citra Indonesia secara global. Meski optimisme mendominasi, para pengamat menekankan perlunya monitoring ketat untuk memastikan bahwa reformasi tidak terjebak pada cabang olahraga populer saja. Dengan anggaran terbatas dan ekspektasi tinggi, Erick Thohir dihadapkan pada ujian untuk mewujudkan visi olahraga inklusif yang berkelanjutan.
Pewarta : Albertus Parikesit
