RI News Portal. Istanbul 23 November 2025 – Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan kembali menegaskan bahwa satu-satunya jalan keluar dari perang Rusia-Ukraina adalah melalui “perdamaian yang adil dan berkelanjutan” dengan memanfaatkan seluruh instrumen diplomatik yang tersedia. Pernyataan tegas itu disampaikan Erdogan dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di sela-sela KTT Pemimpin G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, Ahad (23/11).
Pertemuan yang berlangsung tertutup tersebut, menurut keterangan resmi Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turkiye, tidak hanya membahas penguatan hubungan bilateral Ankara-Paris, tetapi juga sejumlah krisis regional dan global yang kini saling terkait.
“Turkiye akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk mempertemukan kembali Rusia dan Ukraina di meja perundingan damai,” kata Erdogan kepada Macron, sebagaimana dikutip dalam pernyataan resmi tersebut. Ia menambahkan, diplomasi tidak boleh dikesampingkan meski situasi di lapangan semakin memburuk dan aktor-aktor besar dunia terlihat kehilangan momentum untuk mendorong negosiasi.

Di saat yang sama, Erdogan juga menyuarakan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan di Jalur Gaza. Ia menekankan perlunya gencatan senjata yang “segera dan tanpa syarat” serta masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Menurutnya, solusi dua negara yang realistis dan berkeadilan bagi Palestina tetap menjadi solusi dua negara sesuai parameter internasional yang telah disepakati.
Dalam konteks hubungan bilateral, kedua pemimpin sepakat bahwa penguatan kerja sama Turkiye-Prancis memiliki nilai strategis di tengah ketidakpastian geopolitik kawasan Euro-Mediterania dan sekitarnya. Meski kedua negara kerap berbeda pandangan—terutama soal Libya, Suriah timur laut, dan penjualan senjata—Erdogan dan Macron menunjukkan kesamaan sikap dalam mendorong kembali proses diplomasi Ukraina serta menjaga stabilitas di Timur Tengah.
KTT G20 Johannesburg tahun ini memang berlangsung dalam suasana yang jauh lebih tegang dibandingkan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Perang di Eropa yang memasuki tahun keempat, eskalasi di Timur Tengah, perlambatan ekonomi global, serta meningkatnya ketegangan di Indo-Pasifik menjadi latar belakang yang sulit. Dalam situasi demikian, posisi Turkiye—yang sejak awal perang berperan sebagai fasilitator utama kesepakatan biji-bijian Laut Hitam dan beberapa kali menjadi tuan rumah perundingan langsung Moskwa-Kyiv—kembali mendapat perhatian.
Pengamat hubungan internasional di Ankara menilai, penegasan Erdogan di Johannesburg bukan sekadar retorika diplomatik biasa. “Turkiye menyadari bahwa semakin lama perang berlarut, semakin kecil pula ruang bagi negara-negara berkekuatan menengah untuk memengaruhi arah penyelesaian,” ujar seorang akademisi yang enggan disebut namanya. “Oleh karena itu, Ankara ingin memanfaatkan setiap forum multilateral—termasuk G20—untuk mendorong kembali agenda perundingan, sebelum opsi militer sepenuhnya mendominasi narasi aktor-aktor besar.”
Hingga berita ini diturunkan, belum ada respons resmi dari Kremlin maupun Istana Élysée terkait isi pertemuan Erdogan-Macron. Namun, sinyal dari Ankara jelas: Turkiye tidak akan menyerah pada upaya diplomatik, sekalipun peluang damai saat ini terlihat semakin tipis.
Pewarta : Anjar Bramantyo

