
RI News Portal. Lampung Barat 9 Juli 2025 — Tim Polisi Kehutanan (Polhut) Provinsi Lampung memulai patroli lapangan di kawasan Hutan Lindung Register 43 B Krui Utara, tepatnya di wilayah Pekon Sidomulyo, Kecamatan Pagar Dewa, Kabupaten Lampung Barat, Selasa (9/07/2025). Patroli yang dijadwalkan berlangsung selama tiga hari ini merupakan respons atas laporan masyarakat yang disampaikan oleh aktivis lingkungan dari Gerakan Masyarakat Independen (GERMASI) terkait dugaan pengrusakan dan alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan.
Menurut informasi yang dihimpun, GERMASI sebelumnya telah menyampaikan laporan resmi ke Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Kejaksaan Agung RI serta Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK). Laporan tersebut menyoroti adanya praktik penguasaan lahan secara ilegal, termasuk penggunaan alat berat dalam pembukaan hutan lindung yang dilindungi secara hukum.
Nama Wakil Ketua I DPRD Lampung Barat, Sutikno, disebut dalam laporan sebagai pihak yang diduga terlibat langsung dalam aktivitas alih fungsi kawasan. Tudingan ini menambah bobot perhatian publik terhadap kasus ini, mengingat keterlibatan pejabat publik dapat menimbulkan implikasi serius terhadap integritas kelembagaan dan penegakan hukum.

Ridwan Maulana, C.PL., CDRA, selaku pendiri GERMASI, menyatakan kekhawatirannya terhadap lemahnya tindakan dari aparat kehutanan. Ia menekankan bahwa patroli Polhut harus dilakukan secara profesional dan berorientasi pada penegakan hukum, bukan sekadar formalitas administratif.
“Kami berharap Polhut Provinsi Lampung tidak hanya datang berfoto di lokasi demi menghindari jerat hukum. Jika terbukti lalai atau membiarkan, mereka bisa dikenai sanksi sesuai Pasal 105 huruf g Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” ujar Ridwan.
UU No. 18 Tahun 2013 secara eksplisit mengatur sanksi pidana bagi aparat atau pejabat yang tidak menjalankan kewenangan dalam mencegah atau menghentikan perusakan hutan. Dalam konteks ini, pembiaran terhadap alih fungsi kawasan lindung tanpa dasar hukum yang sah dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran administratif dan pidana lingkungan.
Baca juga : SAR Biak Siapkan Personel dan Armada Laut Jelang HUT ke-80 RI di Pulau Bromsi
Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Kepala Satuan Polisi Kehutanan Provinsi Lampung, Dodi Hanafi, SH., MH., mengaku tidak mengikuti langsung kegiatan patroli karena sedang dalam kondisi sakit. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai kesiapan kelembagaan dalam mengantisipasi perusakan hutan yang melibatkan aktor politik.
Kasus ini memperlihatkan urgensi evaluasi terhadap efektivitas pengawasan dan penegakan hukum di sektor kehutanan, khususnya di daerah-daerah yang rentan terhadap perambahan dan komersialisasi kawasan konservasi. Keterlibatan pejabat publik dalam aktivitas yang diduga ilegal semakin memperparah kerusakan ekosistem dan meruntuhkan kepercayaan rakyat terhadap lembaga perwakilan dan aparat negara.
Oleh karena itu, pengawasan independen, transparansi penanganan kasus, dan komitmen terhadap supremasi hukum menjadi kunci dalam penyelamatan kawasan hutan lindung. Negara harus hadir secara adil dan tegas, tanpa pandang bulu dalam menindak pelaku perusakan lingkungan — baik individu biasa maupun elite politik.
Pewarta : IF


Kasihan rakyat kecil yang gak tau apa – apa jadi korbannya…..