RI News Portal. Moskow 3 Desember 2025 – Amerika Serikat dijadwalkan menggelar pembicaraan tingkat tinggi langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow dalam beberapa hari mendatang, menandai langkah paling substantif Washington sejak kembali aktif dalam mediasi konflik Ukraina. Delegasi Amerika akan dipimpin oleh dua tokoh dekat presiden terpilih: Jared Kushner, menantu mantan Presiden Donald Trump yang pernah memimpin inisiatif Timur Tengah, serta pengembang properti New York Steve Witkoff, yang baru-baru ini diangkat sebagai utusan khusus untuk urusan Rusia-Ukraina.
Pertemuan ini merupakan puncak dari serangkaian diplomasi kilat yang dimulai dari pertemuan tertutup di Florida, berlanjut ke konsultasi di Jenewa, dan kini berpindah ke ibu kota Rusia. Pejabat senior Gedung Putih menyatakan “optimisme yang sangat tinggi” bahwa format dialog langsung ini dapat menghasilkan kerangka awal guna menghentikan pertempuran yang telah memasuki tahun keempat.
Namun, sinyal positif dari Washington langsung memicu kecemasan di Kyiv dan sejumlah ibu kota Eropa. Sumber diplomatik di Brussels dan Kyiv menyebut adanya kekhawatiran nyata bahwa Amerika Serikat, dalam upaya mencapai kesepakatan cepat, bersedia memberikan konsesi signifikan kepada Moskow, termasuk kemungkinan pelonggaran sanksi bertahap atau pengakuan de facto atas garis depan saat ini. Kritik tajam juga mengarah pada Steve Witkoff, yang pernah menjalin kerja sama bisnis dengan oligarki Rusia pada dekade sebelumnya, meskipun ia menyatakan telah memutus semua hubungan tersebut sejak 2022.

Sementara delegasi Amerika bersiap terbang ke Moskow, Presiden Volodymyr Zelenskyy tengah melakukan kunjungan kenegaraan ke Irlandia untuk memperkuat front Eropa. Dalam pertemuan dengan Taoiseach Simon Harris, Zelenskyy kembali menegaskan tiga prioritas tidak dapat ditawar: jaminan keamanan jangka panjang yang kredibel, pengembalian wilayah sesuai perbatasan 1991, serta komitmen rekonstruksi yang didanai secara internasional.
Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov, yang baru kembali dari pembicaraan maraton di Florida, mengakui adanya “kemajuan signifikan” dengan tim Amerika, terutama dalam hal koordinasi bantuan militer dan format negosiasi masa depan. Namun, ia menekankan bahwa sejumlah “garis merah” Kyiv, khususnya status Krimea dan Donbas, belum menemui titik temu. “Kami menghargai keterlibatan langsung Amerika, tetapi perdamaian yang adil tidak sama dengan perdamaian dengan harga berapa pun,” ujar Umerov kepada wartawan di Dublin.
Dari sisi Rusia, sinyal yang sampai ke publik tetap konsisten dengan posisi sebelumnya. Kremlin menyatakan siap membahas “parameter realistis” penghentian konflik, namun menegaskan bahwa setiap kesepakatan harus mencerminkan “realitas di lapangan”, istilah yang selama ini digunakan Moskow untuk merujuk pada empat wilayah yang dianeksasi secara sepihak serta Krimea. Beberapa analis di Moskow menilai Putin melihat momen transisi kekuasaan di Washington sebagai peluang untuk memperoleh pelonggaran sanksi tanpa harus memberikan konsesi militer besar.
Baca juga : IMIP Raih Penghargaan Filantropi Terbaik Asia 2025 di Hainan
Konflik yang meletup pada 24 Februari 2022 ini telah merenggut puluhan ribu nyawa militer dan sipil, menghancurkan infrastruktur energi Ukraina, serta memaksa lebih dari 14 juta warga meninggalkan rumah mereka, menjadikannya krisis pengungsian terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. Ketidakpastian atas arah kebijakan Amerika Serikat pasca-pelantikan Januari mendatang kini menjadi variabel penentu bagi kelangsungan perang atau potensi terobosan damai.
Dengan pertemuan Moskow yang tinggal menghitung hari, komunitas internasional menahan napas: apakah dialog ini akan menjadi titik balik menuju gencatan senjata yang berkelanjutan, atau justru memperdalam perpecahan Transatlantik di saat Eropa paling membutuhkan kesatuan.
Pewarta : Setiawan Wibisono

