
RI News Portal. Magelang, Jawa Tengah 18 Oktober 2025 – Dalam langkah berani yang menggabungkan pelestarian warisan dunia dengan dinamika ekonomi kreatif kontemporer, InJourney Destination Management melalui anak usahanya PT Taman Wisata Borobudur (PT TWB) mengumumkan pembukaan akses Borobudur Sunrise serta kunjungan naik struktur Candi Borobudur setiap hari. Kebijakan ini, yang disampaikan Direktur Utama Febrina Intan di Magelang pada Sabtu lalu, tidak hanya merespons gelombang antusiasme wisatawan global pasca-pandemi, tetapi juga merevolusi model manajemen destinasi melalui pendekatan holistik yang menekankan inklusivitas dan keberlanjutan.
Berbeda dari praktik konvensional yang membatasi akses sunrise hanya pada akhir pekan atau musim puncak, inisiatif ini memperluas pintu masuk bagi wisatawan reguler maupun pelajar setiap hari. Sebelumnya, kunjungan naik candi terjadwal Selasa hingga Minggu untuk umum, sementara Senin khusus pelajar. Kini, fleksibilitas harian ini dirancang untuk mendemokratisasi pengalaman budaya, sekaligus membangun ketahanan ekonomi lokal di tengah tantangan globalisasi pariwisata.
Febrina Intan menegaskan, “Kami ingin memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk merasakan pengalaman yang lebih bermakna melalui program Borobudur Sunrise serta kunjungan naik struktur candi.” Pernyataan ini mencerminkan pergeseran paradigma dari pengelolaan situs warisan UNESCO yang bersifat protektif semata, menuju model partisipatif yang terintegrasi dengan prinsip-prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) PBB, khususnya SDG 11 tentang kota dan komunitas berkelanjutan.

Koordinasi lintas-stakeholder menjadi kunci utama. Program ini lahir dari kolaborasi erat dengan Museum dan Cagar Budaya Kementerian Kebudayaan RI, Pemerintah Kabupaten Magelang, ASITA, serta pelaku wisata lokal. Pendekatan ini memastikan setiap aktivitas mematuhi regulasi pelestarian, seperti penggunaan upanat wajib untuk melindungi struktur batu andesit berusia abad ke-9, dan pengaturan sirkulasi pengunjung guna menghindari erosi fisik pada stupa-stupa rentan.
Penelitian awal dari tim Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa reaktivasi akses harian berpotensi meningkatkan kunjungan pelajar hingga 40 persen dalam enam bulan pertama, berdasarkan data pra-pandemi 2019 ketika Borobudur menarik 4,2 juta pengunjung tahunan. “Ini bukan sekadar pembukaan gerbang, melainkan rekonstruksi narasi budaya Borobudur sebagai ruang kontemplasi yang hidup,” ujar Prof. Agus Widodo, pakar arkeologi budaya dari UGM, yang terlibat dalam evaluasi pra-peluncuran.
Bayangkan menyambut fajar dari lantai 9 candi, di mana siluet Gunung Merapi dan Merbabu menyatu dengan rona jingga ufuk timur—sebuah momen kontemplatif yang telah lama absen sejak 2020. Alur pengalaman dimulai pukul 04.00 WIB melalui Pintu 7, dengan fasilitas premium: senter, upanat, pemandu berlisensi, souvenir, dan voucher sarapan autentik di Bukit Dagi. Pukul 05.00 WIB, panorama sunrise menjadi puncak emosional, diikuti hidangan lokal seperti nasi gudeg Magelang sambil memandang deretan Bukit Menoreh.
Baca juga : Polisi Magelang Raih Triple Medali Taekwondo Nasional: Kisah Disiplin dan Semangat Juang di Balik Seragam
Kuota terbatas 100 orang per hari—with harga Rp1.000.000 untuk domestik maupun mancanegara—memastikan eksklusivitas sekaligus kontrol dampak. Reservasi via WhatsApp +62 857 2758 7800 atau ticket.injourneydestination.id. “Pendekatan terkurasi ini menghidupkan kembali ikon global dengan pengawasan ketat, menjaga keseimbangan antara aksesibilitas dan konservasi,” tambah Febrina.
Lebih dari sekadar wisata, program ini menjadi katalisator ekonomi kreatif. Dengan membuka akses pelajar harian, InJourney menargetkan pangsa pasar muda yang selama ini terpinggirkan, potensial mendorong belanja UMKM di Kampung Seni Borobudur hingga Rp500 miliar per tahun, menurut proyeksi internal PT TWB. Konektivitas layanan lokal—dari homestay hingga kuliner organik—menciptakan rantai nilai berbasis budaya, di mana setiap sunrise ticket mendanai restorasi stupa dan pelatihan guide komunitas.

Evaluasi berkala, berbasis data persepsi pengunjung dan monitoring fisik, akan menentukan jadwal permanen. “Ini adalah eksperimen terstruktur untuk membuktikan bahwa pariwisata budaya bisa inklusif tanpa mengorbankan keabadian Borobudur,” kata Febrina, menekankan komitmen berbasis bukti.
Secara akademis, inisiatif ini menawarkan studi kasus segar bagi disiplin ilmu seperti antropologi pariwisata dan ekonomi berkelanjutan. Berbeda dari model mass tourism di Angkor Wat atau Machu Picchu yang sering gagal dalam pelestarian, Borobudur kini memimpin dengan ‘limited curation’—kuota harian plus edukasi interaktif—yang berpotensi menjadi blueprint bagi 1.121 situs UNESCO lainnya. Riset mendatang dari jaringan ICOMOS (International Council on Monuments and Sites) diprediksi akan menyoroti efektivitasnya dalam mengurangi overtourism sambil naikkan pendapatan lokal 25 persen.
Dengan demikian, Borobudur bukan lagi monumen statis, melainkan destinasi dinamis yang menyatukan masa lalu dengan masa depan. Bagi wisatawan, pelajar, dan komunitas, pembukaan ini adalah undangan untuk ikut menjaga—dan merayakan—warisan umat manusia.
Pewarta : Vie
