RI News Portal. Wonogiri, 31 Oktober 2025 – Ribuan perangkat desa di Kabupaten Wonogiri menyuarakan tuntutan penyesuaian penghasilan tetap (siltap) dalam forum dengar pendapat dengan legislatif daerah. Aspirasi ini menyoroti ketidaksesuaian antara besaran siltap saat ini dengan ketentuan peraturan pemerintah, serta dampaknya terhadap kesejahteraan aparatur desa di tengah inflasi dan peningkatan tanggung jawab administratif.
Forum tersebut berlangsung di ruang sidang paripurna pada Rabu, 29 Oktober 2025, dengan kehadiran perwakilan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Para perangkat desa, yang jumlahnya mencapai 2.621 orang menurut data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa setempat, menekankan bahwa siltap mereka belum mengalami penyesuaian sejak 2019, meskipun biaya hidup terus merangkak naik.
Tugino, Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Wonogiri, menjadi juru bicara utama dalam pertemuan itu. Ia menyampaikan bahwa siltap untuk jabatan seperti kepala urusan atau kepala dusun saat ini hanya Rp2,05 juta per bulan, berdasarkan Peraturan Bupati Wonogiri Nomor 56 Tahun 2019. Angka ini, kata Tugino, berada di bawah upah minimum kabupaten (UMK) yang ditetapkan Rp2,180 juta, serta jauh dari standar yang diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019.

“Regulasi nasional secara eksplisit menyatakan bahwa siltap perangkat desa harus setara 100 persen dengan gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) golongan IIA,” ungkap Tugino usai pertemuan. Gaji pokok PNS golongan IIA di Wonogiri saat ini mencapai Rp2,184 juta, yang berarti penyesuaian minimal akan menambah Rp134 ribu per bulan bagi perangkat desa. “Penyesuaian ini bukan sekadar harapan, melainkan kewajiban hukum yang harus dipenuhi pemerintah daerah,” tambahnya.
Lebih lanjut, Tugino menyoroti posisi Wonogiri sebagai kabupaten dengan siltap perangkat desa terendah di wilayah Soloraya. Di daerah tetangga, besaran siltap telah melampaui ambang gaji pokok PNS golongan IIA, mencerminkan variasi implementasi regulasi antar-daerah. Sementara itu, kepala desa di Wonogiri menerima Rp4 juta per bulan, dan sekretaris desa Rp2,75 juta—angka yang juga belum mengalami revisi signifikan.
Tuntutan tidak berhenti pada siltap semata. PPDI mengusulkan peningkatan dana purnatugas dari satu kali siltap menjadi lima kali, sebagai modal bagi pensiunan untuk memulai usaha atau menjamin stabilitas finansial di usia senja. Selain itu, mereka meminta pemerintah kabupaten untuk terus menanggung iuran BPJS Kesehatan bagi mantan perangkat desa pasca-pensiun. “Usia non-produktif memerlukan jaminan kesehatan yang berkelanjutan; tanpa itu, beban ekonomi akan semakin berat,” jelas Tugino.
Baca juga : The Witcher Season 4 – Perpisahan yang Pahit, Tapi Masih Menyihir
Ia juga menekankan eskalasi beban kerja sebagai faktor pendukung. Program-program dari berbagai OPD dan institusi sering kali didelegasikan ke tingkat desa, menambah volume tugas tanpa kompensasi proporsional. “Kami siap berkontribusi, tetapi penghargaan atas dedikasi itu esensial untuk menjaga motivasi dan efisiensi pelayanan publik di akar rumput,” katanya.
Respons dari DPRD Kabupaten Wonogiri datang dari Ketua Komisi I, Bambang Kingkong, yang menyatakan komitmen untuk mengawal realisasi usulan tersebut. Namun, ia menyoroti kendala fiskal daerah akibat reduksi dana transfer pusat, yang membuat penyesuaian pada 2026 mustahil. “Kami memahami keluhan ini dan akan dorong pemenuhannya, paling realistis pada 2027 mengingat kondisi anggaran saat ini,” ujar Bambang.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Djoko Purwidyatmo, mengonfirmasi data jumlah perangkat desa dan potensi implikasi anggaran dari penyesuaian siltap. Diskusi ini mencerminkan dilema klasik antara kewajiban regulasi nasional dan keterbatasan sumber daya daerah, di mana kesejahteraan aparatur desa menjadi indikator kesehatan tata kelola pemerintahan pedesaan.
Aspirasi perangkat desa Wonogiri ini menandai babak baru dalam advokasi kesejahteraan grassroots, potenzial memicu gelombang serupa di kabupaten lain. Pemantauan terhadap respons eksekutif daerah akan krusial untuk menilai komitmen terhadap prinsip desentralisasi yang adil dan berkelanjutan.
Pewarta : Nandar Suyadi

