
RI News Portal. Manado, 18 September 2025 – Di tengah ketegangan yang semakin memanas di Sulawesi Utara (Sulut), Ketua Umum Organisasi Masyarakat (Ormas) Brigade Nusa Utara Indonesia (BNUI), Stenly Sendouw, mengumumkan rencana penyegelan Kantor PT Hasjrat Abadi pekan depan. Langkah ini dilakukan bersama sejumlah ormas adat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai bentuk tuntutan keadilan terhadap pemilik perusahaan, Stella Mokoginta, yang dituduh telah merusak tatanan keadilan di wilayah tersebut. Pernyataan ini mencerminkan eskalasi dari perseteruan panjang yang melibatkan figur publik dan institusi hukum, menyoroti isu penegakan hukum yang lamban di tingkat nasional.
Perseteruan ini berakar dari konflik antara Profesor Ing Mokoginta dan kelompok yang disebut sebagai “Stella Mokoginta CS”, yang telah menarik kritik luas dari berbagai lapisan masyarakat Sulut. Menurut Sendouw, kasus ini bukan hanya persoalan pribadi, melainkan mencerminkan kegagalan sistemik dalam menangani dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan elite bisnis. Berbagai upaya hukum telah ditempuh oleh Profesor Ing Mokoginta, termasuk laporan ke aparat penegak hukum, namun hingga kini prosesnya masih tergantung di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri). Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi impunitas, di mana kasus-kasus serupa sering kali terhambat oleh birokrasi atau pengaruh eksternal.

Sebagai latar belakang, pada tahun 2021, Kepolisian Daerah (Polda) Sulut telah menetapkan status tersangka terhadap Stella Mokoginta dan rekan-rekannya berdasarkan Laporan Polisi (LP) nomor LP/541/XII/2020/Sulut/SPKT yang tertanggal 7 Desember 2020. Sebanyak 12 individu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Welly Mokoginta alias Tiong, Jantje Mokoginta alias Hian, Tjenny Mokoginta, Maxy Mokoginta, Stella Mokoginta, Herry Mokoginta alias Kian, Corry Mokoginta, Datu Putra Dilapangga, Oktavianus Takasihaeng, Enstien Mondong, Alfrits Mamahit, dan Herman Sugeng. Sendouw menekankan bahwa Stella Mokoginta merupakan aktor utama dalam perkara ini, yang seharusnya sudah ditahan untuk memastikan proses hukum berjalan adil. “Stella Mokoginta adalah aktor utama yang seharusnya ditahan,” ujar Sendouw dalam pernyataannya, menyoroti peran sentral pemilik PT Hasjrat Abadi dalam dugaan pelanggaran tersebut.
Dalam konteks akademis, kasus ini mengilustrasikan dinamika antara aktivisme masyarakat dan institusi negara di Indonesia, di mana ormas dan LSM sering kali menjadi katalisator perubahan ketika jalur hukum formal terasa lambat. Sendouw menambahkan bahwa BNUI dan gabungan ormas serta LSM hanya memberikan waktu hingga akhir minggu ini bagi pihak berwenang untuk memberikan kepastian hukum atau penetapan tersangka yang lebih tegas. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, mereka berencana untuk menduduki dan menyegel Kantor PT Hasjrat Abadi, dengan alasan bahwa di balik permasalahan yang ada, aktor utama adalah pemimpin perusahaan tersebut. “Akan ada alat berat yang akan kami turunkan, satu unit excavator untuk menutup akses di PT Hasjrat Abadi. Akan ada banyak lagi aksi yang akan kami lakukan jika tidak menahan Stella Mokoginta CS,” tegas Sendouw, menandakan potensi eskalasi yang lebih besar.
Baca juga : Kunjungan Kapolda Sumut ke Padang Lawas: Momentum Sinergi Polri-Pemda untuk Keamanan Tano Adat
Lebih lanjut, Sendouw menyampaikan harapannya terhadap surat yang telah dilayangkan ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI), khususnya Komisi III yang membidangi hukum dan hak asasi manusia. Ia berharap agar kasus yang dialami Profesor Ing Mokoginta dapat diproses dengan baik, sehingga memungkinkan terjadinya rapat dengar pendapat (RDP) antara pihak terkait dan DPR. Pendekatan ini, menurut perspektif jurnalistik akademis, bisa menjadi mekanisme parlementer untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus hukum yang melibatkan kepentingan publik.
Kasus ini tidak hanya menyoroti isu lokal di Sulut, tetapi juga mencerminkan tantangan lebih luas dalam reformasi hukum di Indonesia, di mana intervensi masyarakat sipil sering kali diperlukan untuk mengatasi kelambatan birokrasi. Sementara itu, PT Hasjrat Abadi belum memberikan tanggapan resmi atas ancaman ini, meninggalkan ruang bagi spekulasi tentang dampaknya terhadap stabilitas bisnis dan sosial di wilayah tersebut. Pantauan lebih lanjut diperlukan untuk melihat bagaimana respons pemerintah dan aparat hukum terhadap tuntutan ini, yang potensial mempengaruhi kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Pewarta : Marco Kawulusan

Kesabaran seiring dengan doa