RI News Portal. Kota Padangsidimpuan 3 Desember 2025 – Sumatera Utara, tengah dilanda keresahan masyarakat akibat kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan Pertamax selama sepekan terakhir. Kelangkaan ini semakin mempersulit kehidupan warga yang sedang berjuang menghadapi bencana banjir bandang dan longsor sejak Rabu, 3 Desember 2025, di wilayah Tabagsel (Tapanuli Bagian Selatan).
Di hampir seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), antrean panjang mengular terjadi setiap hari. Warga terpaksa mengantre berjam-jam, bahkan ada yang menginap semalaman hanya untuk mendapatkan BBM. Akibatnya, aktivitas sehari-hari terganggu, termasuk anak sekolah yang terlambat berangkat karena orang tua mereka sibuk mengantre bahan bakar.
Kelangkaan ini juga memunculkan maraknya penjual eceran dadakan di pinggir jalan yang menawarkan Pertalite dan Pertamax dengan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Harga BBM eceran kini mencapai Rp25.000–Rp35.000 per liter, padahal harga resmi Pertalite Rp10.000 dan Pertamax Rp12.500–Rp13.500 per liter (tergantung wilayah).

Ironisnya, praktik ini tetap marak meski Kasat Reskrim Polres Padangsidimpuan, AKP Hasiholan Naibaho, SH, MH, pada 28 November 2025 telah memberikan peringatan tegas. “Pengecer yang menjual di atas HET akan kami tindak tegas dan tangkap setelah berkoordinasi dengan dinas terkait serta mengeluarkan himbauan resmi,” ujarnya seperti dikutip berbagai media dan media sosial.
Sejumlah warga yang enggan disebutkan namanya mengeluhkan situasi ini. “Di saat kami sedang susah karena banjir dan longsor, aliran air PDAM Tirtanadi juga mati total selama sepekan akibat pipa vital rusak terbawa banjir. Sekarang ditambah sulit dapat BBM. Apa yang dilakukan pemerintah dan aparat di sini?” keluh salah seorang warga dengan nada kecewa.
Hal senada disampaikan Indra Saputra, aktivis senior pemerhati sosial dan kebijakan pemerintah. Ia menilai kelangkaan BBM yang tidak jelas penyebabnya, ditambah maraknya penjualan eceran dengan harga selangit, semakin memperburuk kondisi masyarakat yang sedang dalam status darurat bencana.
“Pemerintah dan aparat yang berwenang seharusnya segera memberikan solusi konkret. Yang paling miris, penjual eceran berani menjual jauh di atas HET tanpa takut hukum. Ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” tegas Indra.
Dalam UU tersebut, Pasal 1 dan Pasal 2 menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin kepastian hukum bagi konsumen. Menjual barang (termasuk BBM) di atas HET dapat dikenai sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda hingga Rp2 miliar.
Masyarakat mendesak kepolisian segera turun tangan, melakukan razia, dan menindak tegas para penjual eceran yang memanfaatkan situasi. “Kalau dibiarkan, ini akan jadi kebiasaan. Nanti setiap ada kelangkaan, harga langsung melambung. Masyarakat yang sudah lelah dan terpuruk secara ekonomi semakin dicekik,” tambah Indra.
Hingga berita ini diturunkan pada 3 Desember 2025, belum ada klarifikasi resmi maupun tindakan nyata dari pemerintah kota Padangsidimpuan, Pertamina, maupun aparat penegak hukum setempat terkait kelangkaan BBM dan maraknya penjualan eceran di atas HET.
Masyarakat hanya berharap masalah ini segera ditangani secara serius agar mereka tidak semakin terpuruk di tengah bencana yang belum usai.
Pewarta : Adi Tanjoeng

