RI News Portal. Beijing, 27 November 2025 – Kementerian Luar Negeri China kembali melancarkan kritik tajam terhadap pemerintah Jepang terkait sikap Tokyo pada isu Taiwan. Juru bicara Mao Ning menilai pernyataan berulang Jepang yang menyebut posisinya “konsisten” dan “tidak berubah” sebagai respons yang tidak memadai dan cenderung mengelak dari substansi.
“Dunia ingin tahu secara persis apa yang dimaksud Jepang dengan ‘posisi konsisten’ itu,” tegas Mao Ning pada konferensi pers rutin di Beijing, Rabu (26/11). Ia menuntut Tokyo mengartikulasikan secara jujur apakah Jepang masih mematuhi prinsip satu-China yang telah disepakati dalam Deklarasi Bersama China-Jepang 1972 dan pernyataan-pernyataan bilateral berikutnya.
Pernyataan keras Beijing ini merupakan respons langsung terhadap pidato Perdana Menteri Sanae Takaichi di hadapan parlemen Jepang pada hari yang sama. Takaichi menegaskan komitmennya membangun “hubungan konstruktif dan stabil” dengan China melalui dialog, sembari tetap mempertahankan posisi bahwa setiap respons Jepang terhadap situasi di Selat Taiwan akan didasarkan pada penilaian komprehensif sesuai hukum domestik dan perkembangan situasi.

Ketegangan diplomatik kedua negara meningkat tajam sejak awal November, ketika Takaichi menyatakan bahwa penggunaan kekuatan militer China terhadap Taiwan dapat dikategorikan sebagai “situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang”. Pernyataan tersebut diinterpretasikan Beijing sebagai sinyal potensial intervensi Pasukan Bela Diri Jepang (SDF) dalam konflik Taiwan, sebuah langkah yang dianggap melanggar komitmen Jepang untuk tidak ikut campur urusan dalam negeri China.
Mao Ning menegaskan bahwa Taiwan merupakan urusan internal China semata. “Bagaimana China menyelesaikan masalah Taiwan dan mewujudkan reunifikasi nasional adalah hak kedaulatan China. Jepang tidak memiliki hak untuk menuding apalagi ikut campur,” ujarnya.
Sebagai bentuk tekanan, China telah mengambil sejumlah langkah balasan: menangguhkan impor produk perikanan Jepang, membatalkan pertemuan tingkat tinggi, menyarankan warganya menunda perjalanan ke Jepang, hingga menghentikan penayangan film Jepang di bioskop domestik. Beijing juga menyatakan akan memberikan “respons tegas” jika Jepang terlibat secara militer.
Mao Ning turut menyinggung maraknya insiden yang menargetkan warga dan kepentingan China di Jepang. Ia menyebut polisi Jepang baru-baru ini menangkap lima tersangka penyerangan terhadap warga China, serta meningkatnya pelecehan daring dan luring terhadap Kedutaan Besar dan konsulat China oleh kelompok sayap kanan.
“Kami mendesak Jepang mengambil langkah nyata untuk menjamin keselamatan warga negara dan institusi China,” katanya.
Di tengah eskalasi ini, Presiden AS Donald Trump mengadakan pembicaraan telepon berturut-turut dengan Presiden Xi Jinping (Senin, 25/11) dan Perdana Menteri Takaichi (Selasa, 26/11). Pembicaraan Trump-Takaichi menyoroti kerja sama erat AS-Jepang menghadapi tantangan keamanan Indo-Pasifik.

Ketika ditanya apakah pembicaraan Xi-Trump dimaksudkan untuk menyampaikan pesan kepada Jepang, Mao Ning membantahnya. “Rangkuman resmi pembicaraan kedua pemimpin telah kami rilis. Silakan merujuk ke sana,” jawabnya singkat.
Pengamat hubungan internasional menilai ketegangan terbaru ini sebagai ujian signifikan bagi stabilitas Asia Timur, terutama karena melibatkan tiga aktor utama: China, Jepang, dan Amerika Serikat. Ketidakjelasan definisi “situasi yang mengancam kelangsungan hidup Jepang” dalam legislasi keamanan nasional Jepang 2015-2022 menjadi salah satu titik krusial yang terus dimanfaatkan Beijing untuk menekan Tokyo agar kembali pada interpretasi sempit prinsip satu-China.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada respons resmi terbaru dari Kantor Perdana Menteri Jepang terhadap desakan klarifikasi dari Beijing.
Pewarta : Anjar Bramantyo

