RI News Portal. Denpasar – Aparat kepolisian Bali menunjukkan responsivitas tinggi dengan menangkap dua pemuda pelaku penodaan Bendera Merah Putih di Taman Kota Jembrana hanya dalam tempo kurang dari empat jam pasca-kejadian. Peristiwa yang terjadi pada Selasa malam, 18 November 2025, ini menjadi sorotan karena motif pelaku yang mengaitkan aksinya dengan ketidakpuasan terhadap pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Kedua tersangka, berinisial KAC (24) dan KAK (25), ditangkap di dua lokasi berbeda di Denpasar, yakni Jimbaran dan Pemogan, pada Rabu dini hari 19 November 2025. Penangkapan dilakukan tim gabungan Buser Polres Jembrana yang diperkuat Satuan Reserse Mobil (Resmob) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali.
“Aksi ini berhasil diungkap kurang dari empat jam setelah laporan masuk. Tim bergerak cepat berdasarkan rekaman video warga yang menjadi barang bukti utama,” ungkap Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol. Ariasandy, dalam keterangan resminya, Kamis (20/11/2025).
Rekaman berdurasi 32 detik yang diambil menggunakan telepon genggam warga sekitar pukul 23.00 WITA menunjukkan kedua pelaku menurunkan bendera Merah Putih yang terpasang di depan Kantor Bupati Jembrana, kemudian mencoret-coret tiang dan kain bendera menggunakan cat semprot berwarna hitam. Tulisan “RKUHAP” serta simbol yang diduga melambangkan anarkisme terlihat jelas pada bendera dan tiang tersebut.

Menurut penyidik, aksi ini bermula dari konsumsi minuman keras jenis arak yang berlebihan, dikombinasikan dengan rasa kesal keduanya terhadap pemberitaan di media sosial seputar pengesahan RKUHP. KAC dan KAK—yang masih berstatus mahasiswa—salah mengartikan substansi pasal-pasal dalam RKUHP, terutama ketentuan yang mereka anggap akan membatasi kebebasan berkumpul atau “nongkrong” di tempat umum.
“Keduanya mengaku kecewa dengan RKUHP karena menurut pemahaman mereka, undang-undang itu akan memudahkan aparat menangkap orang yang sedang duduk-duduk tanpa aktivitas jelas. Atas dasar itulah mereka merencanakan aksi simbolik dengan menodai bendera negara,” terang Kombes Ariasandy.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 66 juncto Pasal 24 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun.
Baca juga : KPK Serahkan Aset Rampasan Rp883 Miliar kepada PT Taspen
Kasus ini mencerminkan fenomena yang semakin sering muncul di era informasi cepat: salah tafsir terhadap regulasi negara yang dipicu hoaks atau pemberitaan parsial di media sosial, kemudian berujung pada tindakan melanggar hukum yang justru merugikan diri sendiri. Kejadian di Jembrana juga menegaskan kembali sensitivitas lambang negara sebagai identitas kolektif bangsa yang dilindungi undang-undang, sekaligus menjadi pengingat bahwa ekspresi protes—sebesar apa pun keresahan yang melatarbelakanginya—tetap harus berada dalam koridor hukum.
Saat ini kedua tersangka masih menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres Jembrana. Penyidik menyatakan akan mengembangkan kasus ini secara profesional dan transparan agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas.
Pewarta : Kade NAL


hadir