RI News Portal. Wina, 20 November 2025 – Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, menyatakan bahwa inspektur organisasi tersebut telah memulai kembali pemantauan di beberapa fasilitas nuklir Iran yang lolos dari kerusakan akibat serangan militer Israel dan Amerika Serikat pada Juni lalu. Pernyataan ini disampaikan Grossi usai rapat Dewan Gubernur IAEA di Wina, di mana ia menekankan urgensi keterlibatan lebih lanjut untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Dalam pidato pembukaannya, Grossi mengungkapkan bahwa lebih dari selusin inspeksi telah dilakukan sejak tim IAEA kembali ke Teheran. “Kami telah berkomunikasi secara rutin dengan pihak Iran dan mendesak fasilitasi akses ke lokasi-lokasi yang rusak, termasuk yang menyimpan uranium pengayaan rendah serta tinggi, guna mengevaluasi status terkini,” ujarnya. Grossi menambahkan bahwa pemulihan inspeksi penuh harus selaras dengan ketentuan Perjanjian Pengamanan Komprehensif, meskipun tantangan keamanan masih menghambat akses ke situs-situs utama.
Serangan pada Juni, yang menargetkan fasilitas nuklir kunci Iran, memicu ketegangan internasional dan menimbulkan tuduhan pelanggaran hukum internasional, termasuk NPT serta Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Respons Iran saat itu adalah penangguhan kerjasama dengan IAEA atas dasar kekhawatiran keamanan, diikuti pengesahan undang-undang parlemen yang membatasi akses inspektur asing. Teheran juga mengkritik IAEA atas dugaan bias, di mana badan tersebut dianggap gagal mengutuk serangan tersebut sambil justru menyoroti dugaan pelanggaran kewajiban non-proliferasi Iran.

Upaya diplomasi sempat membuahkan kesepakatan pada 9 September di Kairo, di mana Grossi dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menandatangani kerangka prosedur inspeksi pasca-serangan. Dokumen itu mencakup notifikasi dan implementasi pengamanan, yang diharapkan memulihkan verifikasi stok uranium. Namun, kesepakatan tersebut dinyatakan batal oleh Iran setelah negara-negara Eropa penerus perjanjian nuklir 2015 mengaktifkan mekanisme “snapback”, yang memulihkan sanksi PBB terhadap Teheran. Mekanisme ini, yang berlaku hingga Oktober 2025, dipicu atas alasan ketidakpatuhan Iran terhadap pembatasan pengayaan uranium.
Meski demikian, Teheran baru-baru ini menunjukkan tanda-tanda kelonggaran. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Esmaeil Baqaei menyatakan awal bulan ini bahwa inspektur IAEA telah diizinkan mengunjungi sejumlah lokasi, termasuk Reaktor Riset Teheran. “Selama kami tetap menjadi anggota NPT, komitmen kami terhadap inspeksi yang sah akan dipatuhi,” tegas Baqaei, meskipun menekankan bahwa akses terbatas pada fasilitas tidak terdampak.
Dari perspektif akademis, pemulihan inspeksi ini menandai babak krusial dalam dinamika verifikasi nuklir di Timur Tengah. Para pakar seperti Dr. Elena Vasquez dari Institut Studi Strategis Internasional di Madrid menilai bahwa kembalinya inspektur IAEA, meski parsial, dapat meredam kekhawatiran proliferasi senjata nuklir. “Ini bukan hanya soal stok uranium, tapi juga membangun kepercayaan antarpihak. Snapback sanksi telah menciptakan siklus eskalasi, di mana Iran merasa hak bertahan dirinya terancam, sementara Barat khawatir atas transparansi,” jelas Vasquez dalam wawancara eksklusif dengan tim redaksi.
Penelitian terbaru dari Journal of Nuclear Diplomacy menyoroti bahwa serangan Juni telah menggeser paradigma NPT, di mana negara-negara seperti Iran semakin mengandalkan “langkah-langkah protektif” untuk melindungi aset nuklir sipilnya. Studi tersebut, yang menganalisis data verifikasi IAEA hingga 2024, memproyeksikan bahwa tanpa akses penuh, stok uranium pengayaan tinggi Iran—yang dilaporkan mencapai level mendekati ambang senjata—bisa memicu resolusi Dewan Gubernur yang lebih tegas. “Keterlibatan lebih besar diperlukan untuk menghindari skenario terburuk: penarikan Iran dari NPT, yang akan merusak rezim non-proliferasi global,” tambah Vasquez.
Sementara itu, Grossi menolak gagasan resolusi baru yang bisa memperburuk kerjasama, dengan alasan hal itu “tidak logis”. Ia menegaskan bahwa IAEA tetap netral, fokus pada verifikasi faktual daripada politik. Di sisi lain, laporan rahasia IAEA yang bocor akhir pekan lalu menunjukkan bahwa stok uranium Iran masih utuh, meski verifikasi mendesak diperlukan untuk konfirmasi akhir.
Pemantauan IAEA di Iran kini menjadi ujian bagi diplomasi nuklir pasca-Juni. Dengan rapat Dewan Gubernur berlangsung hingga Jumat, harapan muncul bahwa dialog Teheran-Wina akan menghasilkan jalan tengah. Bagi komunitas internasional, keberhasilan inspeksi penuh bukan hanya soal pencegahan proliferasi, tapi juga pemulihan norma hukum yang terganggu oleh konflik regional. Seperti ditegaskan Grossi, “Pekerjaan ini harus dilakukan, demi keamanan bersama.”
Pewarta : Anjar Bramantyo

