RI News Portal. Washington, 13 November 2025 – Pemerintahan Amerika Serikat (AS) dengan tegas membantah spekulasi mengenai kemungkinan pembangunan fasilitas militer sementara di kawasan perbatasan Jalur Gaza, menyusul laporan media yang mengutip sumber Israel. Pernyataan resmi ini menegaskan bahwa isu tersebut berasal dari interpretasi keliru terhadap dokumen internal yang bersifat hipotetis.
Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan bahwa laporan awal hanya mengandalkan satu dokumen permintaan informasi (RFI) dari seorang pegawai Departemen Angkatan Laut AS. “Dokumen itu sekadar mengeksplorasi ide potensial untuk masa depan, bukan kebijakan yang sedang dirumuskan,” ujar Leavitt dalam konferensi pers rutin, Rabu (12/11). Ia menambahkan bahwa verifikasi langsung ke jenjang kepemimpinan tertinggi pemerintah federal telah dilakukan, dan tidak ada minat atau aktivitas terkait proyek semacam itu saat ini.
Analisis dokumen RFI yang dimaksud menunjukkan bahwa permintaan tersebut bersifat prosedural rutin dalam lingkup perencanaan kontingensi maritim, bukan indikasi komitmen strategis. Para ahli kebijakan luar negeri di Universitas Georgetown mencatat, Dr. Elena Markov, menilai bahwa kasus ini mencerminkan tantangan dalam peliputan isu keamanan internasional, di mana dokumen administratif sering kali disalahartikan sebagai sinyal kebijakan. “RFI semacam ini biasa digunakan untuk mengumpulkan data teknis, bukan untuk menginisiasi proyek,” katanya.

Laporan yang memicu kontroversi berasal dari media Israel yang mengutip pejabat anonim, menyebut rencana pembangunan “pangkalan militer besar” sebagai eskalasi keterlibatan AS di wilayah tersebut. Narasi ini menekankan implikasi geopolitik, termasuk potensi sebagai fasilitas permanen pertama AS di Israel pasca-konflik Gaza. Namun, data historis menunjukkan bahwa AS lebih mengandalkan kerja sama bilateral melalui mekanisme existing, seperti fasilitas bersama di Nevatim atau program bantuan logistik, daripada membangun infrastruktur baru di zona konflik.
Leavitt juga merujuk pada prinsip kebijakan Presiden Donald Trump yang konsisten menolak pengerahan pasukan darat AS di Timur Tengah. “Fokus kami tetap pada diplomasi dan stabilisasi pascaperang melalui mitra regional, bukan intervensi langsung,” tegasnya. Kemajuan negosiasi perdamaian Gaza, termasuk inisiatif normalisasi hubungan Israel-Arab, disebut sebagai prioritas utama tanpa melibatkan ekspansi militer AS.
Baca juga : Kemajuan Rusia di Zaporizhzhia Selatan: Analisis Dinamika Perang dan Tekanan Ekonomi-Politik
Dari perspektif akademis, kasus ini mengilustrasikan dinamika diseminasi informasi dalam era digital, di mana dokumen internal dapat dengan cepat menjadi bahan spekulasi global. Penelitian terbaru di Journal of Strategic Studies (2024) menyoroti bahwa 68% laporan media tentang rencana militer AS di Timur Tengah ternyata berbasis pada interpretasi parsial, bukan fakta kebijakan. Hal ini menekankan perlunya verifikasi multi-sumber dan konteks historis dalam jurnalisme keamanan.
Pemerintahan AS terus memantau perkembangan di Gaza melalui saluran diplomatik, dengan penekanan pada bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi berkelanjutan. Pernyataan ini diharapkan meredam spekulasi yang berpotensi mengganggu proses perdamaian regional.
Pewarta : Setiawan Wibisono

