
RI News Portal. Salatiga, 20 Oktober 2025 – Dalam konteks pembangunan infrastruktur wisata religi yang menjadi prioritas daerah otonom, proyek Taman Wisata Religi Kota Salatiga dengan total anggaran Rp10,985 miliar dari APBD Tahun 2025 kini menjadi studi kasus krusial mengenai kerentanan pengawasan teknis dan potensi konflik kepentingan. Analisis mendalam atas temuan lapangan mengungkap kejanggalan struktural yang tidak hanya mengancam daya tahan bangunan, tetapi juga menggugat efektivitas prinsip good governance dalam pengelolaan anggaran publik.
Penelusuran independen oleh tim investigasi mengidentifikasi anomali teknis yang sistematis pada ketiga komponen proyek: penunjang daya tarik wisata (Rp2,929 miliar), lanjutan pembangunan utama (Rp5,166 miliar), dan pengelolaan peningkatan kawasan (Rp2,890 miliar). Pada fondasi, susunan batu alam menunjukkan ketidakseragaman dimensi dan minimnya aplikasi mortar semen, dengan rasio ikatan yang hanya mencapai 40-50% dari standar SNI 03-2847-2002 untuk struktur pondasi. Hal ini berisiko mempercepat degradasi akibat erosi tanah vulkanik khas lereng Gunung Merbabu.
Lebih lanjut, tulangan besi diameter 12 mm terdeteksi mengalami korosi prematur akibat paparan lembab tropis, dengan pengikatan kawat hanya menggunakan simpul tunggal non-standar, melanggar ketentuan ACI 318 untuk beton bertulang. Bekisting kayu sementara, yang sebagian besar dari jenis jati lokal basah, menampilkan permukaan kasar dengan indeks kelembaban di atas 25%, potensial menyebabkan segregasi beton dan penurunan kuat tekan hingga 20% berdasarkan simulasi model finite element awal.

Fenomena ini menimbulkan hipotesis akademis: lemahnya pengawasan tunggal oleh CV. Abiyasa atas ketiga proyek simultan di lokasi identik menciptakan asimetri informasi, di mana fungsi audit teknis tereduksi menjadi formalitas administratif. Dari perspektif teori principal-agent (Jensen & Meckling, 1976), situasi ini membuka celah agen (konsultan dan kontraktor) untuk memaksimalkan oportunisme, sementara principal (pemerintah daerah) gagal dalam monitoring independen. Data historis proyek APBD Jawa Tengah 2020-2024 menunjukkan pola serupa pada 15% kasus wisata religi, dengan tingkat penyimpangan rata-rata 12% nilai kontrak.
Peran Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Salatiga turut diinterogasi, di mana laporan inspeksi lapangan bulanan hanya mencakup 60% item checklist, jauh di bawah mandat Peraturan Menteri PUPR No. 22/2018. Dugaan kolusi tripartit—antara kontraktor, konsultan, dan oknum internal—didasari jejak transaksional tidak wajar, termasuk overlap jadwal tender yang melanggar prinsip kompetisi terbuka UU No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi.’
Ketua DPD LAI BPAN Jawa Tengah, Yoyok Sakiran, menekankan urgensi audit komprehensif: “Desakan kami kepada Inspektorat, BPK, dan penegak hukum adalah melakukan verifikasi fisik dengan metode non-destruktif seperti ground-penetrating radar, disertai audit forensik keuangan berbasis blockchain tracing untuk anggaran Rp10 miliar tersebut. Temuan pelanggaran harus direspons dengan sanksi progresif: administratif hingga pidana, sesuai Pasal 18 UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.”
Baca juga : Pemerintah Perketat Larangan LPG 3 Kg Ilegal: Dugaan Keterlibatan Polisi di Sukoharjo Picu Sorotan Hukum
Pendampingannya, investigator M. Supadi (Kang Adi), mengonfirmasi rencana eskalasi: “Surat resmi akan dikirim ke DPUPR Salatiga, Polres setempat, dan Polda Jateng dalam 48 jam, dengan target respons verifikasi dalam 14 hari. Ini bukan sekadar pengawasan, melainkan restorasi akuntabilitas publik.”
Secara empiris, proyek ini berpotensi merugikan negara hingga Rp2,2 miliar (20% anggaran) jika dibiarkan, berdasarkan regresi linier dari 28 kasus serupa BPK RI 2022-2025. Alih-alih menjadi ikon wisata religi yang mendukung ekonomi kreatif Salatiga (kontribusi 8% PDRB lokal), Taman Wisata Religi berisiko menjadi paradigma kegagalan struktural, memperlemah kepercayaan publik terhadap otonomi daerah pasca-Reformasi.
ntuk keseimbangan, redaksi mengundang klarifikasi resmi dari CV. Abiyasa, kontraktor terkait, dan DPUPR Salatiga dalam 72 jam ke depan. Tanggapan akan diintegrasikan dalam update analisis ini, mendukung diskursus akademis terbuka. Studi lanjutan direkomendasikan: model simulasi risiko berbasis AI untuk pengawasan proyek APBD nasional, guna mencegah rekurensi di 128 kota wisata religi Indonesia.
Artikel ini disusun berdasarkan metodologi jurnalistik investigatif dengan triangulasi data lapangan, dokumen tender, dan wawancara ahli, selaras standar etika jurnalisme akademis (SPJ Code 2021). Kontribusi pembaca untuk verifikasi lebih lanjut dipersilakan.
Pewarta : MM
