
RI News Portal. Tangerang, 18 Oktober 2025 – Dalam operasi pengawasan ketat di Bandara Soekarno-Hatta, petugas Bea Cukai berhasil menggagalkan upaya penyelundupan benih benih lobster (BBL) senilai Rp5,17 miliar yang ditujukan ke Singapura. Aksi ini melibatkan delapan koper berisi 172.611 ekor benih lobster, namun dua figur utama berinisial A dan S yang diduga sebagai dalang masih buron, meninggalkan jejak misteri di balik jaringan perdagangan ilegal ini.
Operasi penindakan ini terungkap berkat kolaborasi intensif antara Tim Gabungan Bea Cukai Soekarno-Hatta dan Badan Karantina Indonesia, yang memantau barang bawaan penumpang penerbangan AirAsia QZ-264 menuju Singapura. Keempat kurir yang diamankan mengaku diperintah oleh A dan S untuk mengambil koper di area keberangkatan Terminal 2, sebelum mengantarnya ke penerima di negara tetangga. “Mereka diiming-imingi upah Rp10-15 juta per pengiriman, menunjukkan modus operandi yang terorganisir dan menguntungkan,” ungkap Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta, Gatot Sugeng Wibowo, dalam konferensi pers Jumat (17/10/2025).
Para tersangka yang kini ditahan adalah MR (38), PA (46), SA (36), dan DO (26). Pemeriksaan mendetail mengungkap distribusi benih lobster di koper masing-masing: PA membawa 52.400 ekor, MR 32.287 ekor, SA 40.000 ekor, serta DO 47.924 ekor. Total nilai barang bukti ini mencapai Rp5,17 miliar, berdasarkan harga pasar internasional yang melonjak akibat permintaan budidaya di Asia Tenggara.

Lebih dari sekadar penyelundupan, kasus ini menyoroti kerentanan ekosistem laut Indonesia terhadap eksploitasi liar. Kepala Karantina Banten, Duma Sari Margaretha Harianja, menekankan bahwa benih lobster termasuk komoditas dibatasi sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan. “Pembatasan ekspor benih bertujuan mendorong budidaya domestik, sehingga nelayan lokal bisa panen lobster konsumsi bernilai tinggi untuk ekspor. Ini juga mencegah penjarahan habitat alami, yang bisa mengancam populasi lobster di perairan kita,” jelas Duma.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, penyelundupan benih lobster merugikan ekonomi nasional hingga Rp20 triliun per tahun, karena hilangnya potensi rantai pasok budidaya. Lobster vaname dan mutiara, spesies utama dalam kasus ini, membutuhkan waktu 6-8 bulan untuk matang di peternakan, menghasilkan ekspor bernilai US$100-200 per kilogram. Tanpa pengawasan, praktik ini tak hanya menggerus pendapatan petambak tapi juga merusak terumbu karang, fondasi ekosistem pantai Banten dan Jawa Barat.
Sebagai respons, 172.611 ekor benih lobster akan dilepasliar bersama Balai Karantina Ikan dan Tim Penyediaan dan Pengelolaan Sarana Penyuluhan Laut (PSPL) Serang di Pantai Carita, Pandeglang. “Ini langkah restoratif untuk mengembalikan keseimbangan alam, sekaligus pesan tegas bagi pelaku,” tambah Gatot.
Analisis forensik awal mengindikasikan bahwa A dan S beroperasi dari jaringan lintas batas, memanfaatkan rute penerbangan singkat ke Singapura sebagai koridor utama. “Instruksi mereka detail: ambil koper, naik pesawat, serahkan di lokasi aman. Ini bukan aksi spontan, tapi sindikat berbasis teknologi,” ungkap sumber internal Bea Cukai. Upah rendah bagi kurir menunjukkan hierarki ketat, di mana dalang meraup keuntungan mayoritas dari harga benih di pasar gelap Singapura, yang mencapai Rp30.000 per ekor.
Baca juga : Reza Rahadian: Sutradara ‘Pangku’ Bertekad Ciptakan Bintang Baru Lewat Casting Inklusif
Kasus serupa tahun lalu di Batam menggagalkan 100.000 ekor BBL, tapi tingkat keberhasilan penangkapan dalang hanya 30 persen, menurut laporan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Pakar hukum maritim dari Universitas Indonesia, Dr. Rina Susanti, menilai, “Misteri A dan S mencerminkan celah regulasi. Diperlukan intelijen digital dan kerjasama ASEAN untuk membongkar akar rumput sindikat ini, sebelum menjadi epidemi perdagangan satwa liar.”
Bea Cukai Soekarno-Hatta kini mengintensifkan pemindaian bagasi dengan teknologi AI, menargetkan penurunan penyelundupan 50 persen di 2026. “Kami tak akan berhenti hingga laut Indonesia aman dari tangan kriminal,” tegas Gatot.
Kasus ini menjadi pengingat mendesak: di tengah target ekspor perikanan Rp70 triliun tahun ini, penegakan hukum harus selangkah di depan untuk jaga warisan alam bagi generasi mendatang. Investigasi terhadap A dan S terus bergulir, dengan harapan keadilan segera ditegakkan.
Pewarta : Syahrudin Bhalak
