
RI News Portal. Sintang, 18 Oktober 2025 – Kemacetan parah di Jembatan Lintas Melawi, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, kini memicu inisiatif legislasi nasional yang revolusioner. Berbeda dari pendekatan konvensional yang hanya fokus pada infrastruktur fisik, Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus, mengusulkan model “pembangunan hijau adaptif” yang menggabungkan duplikasi jembatan dengan restorasi ekologi sungai. Pengumuman ini disampaikan usai tinjauan lapangan pada 7 Oktober 2025, di mana Lasarus menyaksikan langsung antrean kendaraan mencapai 2 kilometer selama jam sibuk.
Dalam wawancara eksklusif dengan tim jurnalistik ini, Lasarus menekankan bahwa solusi ini bukan sekadar pelebaran jalan, melainkan strategi holistik yang melibatkan komunitas adat Dayak setempat untuk pemantauan dampak lingkungan. “Kami tidak ingin jembatan baru jadi monster beton yang bunuh sungai. Integrasi ekologi adalah kunci, dengan target nol emisi karbon dari proyek ini,” ujarnya.
Lasarus merinci dua opsi utama, didukung studi teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang mengukur peningkatan kapasitas lalu lintas hingga 32 persen pada skenario pelebaran optimal.

Pilar Pertama: Duplikasi Jembatan dengan Penataan Adaptif Membangun jembatan paralel di sisi timur yang ada, disertai rekonstruksi simpang bundaran dan pelebaran jalan hingga empat meter di kedua sisi. Inovasi utama: pelebaran ini akan menggunakan material daur ulang dari limbah sawit lokal, mengurangi jejak karbon hingga 40 persen dibanding semen konvensional. Pemerintah daerah Sintang bertanggung jawab atas pembebasan lahan, sementara PUPR menangani desain anti-gempa yang terintegrasi dengan sensor IoT untuk deteksi kemacetan real-time.
Pilar Kedua: Jembatan Hulu Sungai Melawi sebagai Pengembang Wilayah Lokasi baru di hulu sungai dirancang untuk membypass pusat Kota Sintang, mengalihkan 70 persen arus dari Putussibau. Keunikan pendekatan ini: jembatan akan menjadi “koridor hijau” yang membuka 500 hektare lahan pemukiman baru dengan sistem irigasi ramah lingkungan, berpotensi ciptakan 2.000 lapangan kerja di agro-ekowisata. Studi PUPR memproyeksikan pengurangan waktu tempuh hingga 45 menit per kendaraan.
Prosesnya dimulai dengan analisis teknis PUPR dalam dua bulan ke depan, diikuti mitigasi lahan oleh pemerintah daerah. Total investasi diperkirakan Rp 1,2 triliun, dengan 30 persen dana dari hibah internasional untuk proyek berkelanjutan.
Penelitian lapangan oleh tim akademisi Universitas Tanjungpura mengungkap bahwa pelebaran 1,5 meter di sekitar Tugu Jam berpotensi tingkatkan kapasitas jalan hingga 32 persen, memungkinkan 1.500 kendaraan per jam lewat tanpa antrean. Namun, tanpa intervensi hijau, proyek ini berisiko pindahkan Tugu Jam—simbol kebanggaan warga—ke median jalan, serta alihkan lalu lintas ke ruas alternatif seperti Jalan MT Haryono, yang sudah overload 120 persen.
Aspek lingkungan menjadi sorotan utama. Penebangan pohon tanjung di median—penyerap karbon monoksida utama—bisa kurangi kemampuan netralisasi polusi hingga 108 miligram per meter persegi untuk pelebaran 1,5 meter. Respons inovatif Lasarus: setiap pohon ditebang diganti tiga bibit tanjung hibrida di sepanjang koridor baru, plus pembangunan tanggul biofilter untuk lindungi ekosistem Sungai Melawi dari erosi. “Ini bukan pelebaran, tapi restorasi,” tegasnya.
Solusi jangka pendek? Penataan lalu lintas sementara dengan jalur sepeda prioritas di Tugu Jam, yang terbukti kurangi kemacetan 15 persen di uji coba September lalu. Anggota DPRD Sintang, Yulius Paus, mendesak percepatan pelebaran Jalan MT Haryono untuk tangani lonjakan kendaraan 25 persen akibat pertumbuhan kota.
Warga Sintang, diwakili Forum Masyarakat Adat Melawi, menyambut hangat inisiatif ini. “Akhirnya, pembangunan yang hormati nenek moyang dan alam,” kata kepala forum, Paulus. Lasarus menjanjikan RUU Jembatan Hijau masuk agenda DPR November 2025, menjadikan Sintang model nasional untuk 150 titik macet serupa di Indonesia.
Dengan pertumbuhan kendaraan diproyeksikan naik 18 persen tahunan, inisiatif ini bukan hanya atasi kemacetan, tapi transformasi Sintang jadi kota berkelanjutan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat diminta percepat alokasi anggaran, agar groundbreaking digelar Januari 2026.
Pewarta : Lisa Susanti
