
RI News Portal. Singkawang, 15 Oktober 2025 – Di tengah hiruk-pikuk persiapan Pilkada serentak yang kian memanas, Kejaksaan Negeri (Kejari) Singkawang, Kalimantan Barat, membuka babak baru dalam upaya pembersihan birokrasi lokal. Penyelidikan mendalam terhadap dugaan penyalahgunaan dana hibah dan bantuan sosial (bansos) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Singkawang periode 2022–2023 kini menjadi sorotan, bukan hanya sebagai kasus hukum biasa, melainkan katalisator potensial untuk mereformasi sistem pengelolaan anggaran publik yang selama ini rentan terhadap ketidakpatuhan.
Proses ini, yang masih berada di tahap klarifikasi awal, melibatkan pemanggilan sejumlah pihak terkait, termasuk organisasi masyarakat dan lembaga olahraga yang menjadi penerima dana. Langkah preventif ini diharapkan mampu mencegah eskalasi menjadi skandal korupsi yang lebih luas, mengingatkan pada kasus-kasus serupa di daerah lain yang pernah merugikan negara hingga miliaran rupiah. Dengan pendekatan yang transparan, Kejari Singkawang tidak hanya menyelidiki alur dana, tetapi juga menguji ketat ketentuan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bansos dari APBD, yang sering kali menjadi titik lemah dalam pengawasan.
Ambo Rizal Cahyadi, Kepala Seksi Intelijen Kejari Singkawang, menegaskan komitmen lembaganya dalam wawancara eksklusif dengan Tim Investigasi Jurnalisme Publik (TIJP) pada Rabu lalu. “Pemanggilan ini bagian dari upaya telusur mendalam terhadap rantai penyaluran dan realisasi dana, memastikan semuanya selaras dengan koridor hukum,” ujarnya. Ia menekankan bahwa tahap ini bersifat kolaboratif, di mana para saksi diajak untuk menyinkronkan data penerimaan dengan bukti pengeluaran, guna menghindari asumsi prematur yang bisa merusak citra institusi publik.

Fokus penyelidikan mencakup berbagai entitas penerima, mulai dari sektor olahraga hingga kepemudaan. Bambang Stiadi, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Singkawang, menjadi salah satu tokoh kunci yang telah memenuhi panggilan pekan lalu. “Kami menyambut baik proses ini sebagai momentum untuk membuktikan integritas kami,” katanya. Bambang mengungkapkan bahwa KONI telah menyerahkan seluruh dokumen pertanggungjawaban, termasuk laporan penggunaan dana untuk program pembinaan atlet lokal yang berdampak langsung pada prestasi pemuda Singkawang di tingkat provinsi. “Bukan hanya KONI; hampir seluruh penerima hibah periode tersebut turut diperiksa, menciptakan standar yang lebih tinggi bagi kami semua,” tambahnya, menyoroti bagaimana pemeriksaan ini mendorong organisasi swasta untuk lebih proaktif dalam audit internal.
Sementara itu, Ahmad Dahlan, mantan Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Singkawang periode 2019–2023, yang dipanggil pada 29 September 2025, memandang penyelidikan ini sebagai investasi jangka panjang bagi tata kelola pemerintahan. “Ini bukan sekadar panggilan; ini panggilan untuk transparansi total,” tegasnya. Ahmad menjelaskan bahwa GP Ansor menerima hibah untuk program pemberdayaan pemuda, seperti pelatihan kewirausahaan dan kegiatan sosial di wilayah pinggiran Singkawang. Ia telah menyampaikan detail nominal dan realisasi, yang menurutnya telah sesuai peruntukan. Lebih jauh, Ahmad mendorong perluasan ruang lingkup: “Jangan berhenti di Kesra saja. Libatkan sektor kesehatan, pendidikan, bahkan bantuan ke partai politik. Hanya dengan itu, Singkawang bisa lepas dari belenggu KKN yang menghantui daerah kita.”
Dari perspektif lebih luas, penyelidikan ini mencerminkan tren nasional di mana lembaga penegak hukum semakin gencar mengawasi alokasi APBD pasca-pandemi. Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa kasus penyalahgunaan hibah dan bansos menyumbang hingga 15 persen dari total Tipikor di tingkat daerah sepanjang 2022–2024, dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Di Kalimantan Barat sendiri, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2022 untuk Kota Singkawang telah menyoroti ketidaksesuaian minor dalam pelaporan, yang kini menjadi pintu masuk bagi Kejari untuk bertindak lebih dini.
Para pakar tata kelola publik melihat ini sebagai peluang emas. Dr. Lina Susanti, dosen Hukum Administrasi Negara di Universitas Tanjungpura Pontianak, menganalisis bahwa ketidakefisienan sering kali berakar pada kurangnya sistem digital terintegrasi untuk tracking dana. “Penyelidikan seperti ini bisa menjadi blueprint untuk implementasi e-hibah di Kalbar, di mana blockchain atau aplikasi berbasis AI memantau real-time, mengurangi ruang grey area,” katanya dalam diskusi virtual TIJP. Lina menambahkan bahwa dukungan dari penerima seperti KONI dan GP Ansor justru memperkuat legitimasi proses, mencegah narasi konspirasi yang sering mewarnai kasus serupa di daerah lain.
Hingga kini, Kejari Singkawang menjaga kerahasiaan temuan awal untuk melindungi integritas penyelidikan. Namun, Ambo Rizal menjanjikan update berkala, dengan harapan proses ini selesai dalam waktu dekat tanpa meninggalkan bayang-bayang ketidakadilan. Bagi warga Singkawang, yang bergantung pada bansos untuk ketahanan sosial, langkah ini bukan hanya soal hukum—tapi janji akan masa depan di mana setiap rupiah APBD benar-benar bekerja untuk rakyat.
Sebagai bagian dari komitmen TIJP terhadap jurnalisme mendalam, kami terus memantau perkembangan kasus ini. Pendapat dan tips dari pembaca akan kami hargai melalui kolom komentar di bawah. Bagaimana menurut Anda: Apakah penyelidikan ini cukup untuk membersihkan birokrasi Singkawang? Bagikan pandanganmu.
Pewarta : Eka Yuda
