
RI News Portal. Brussels, 4 Oktober 2025 – Uni Eropa (UE) resmi memperpanjang sanksi terhadap Rusia selama satu tahun hingga 9 Oktober 2026, menyusul tuduhan bahwa Moskow terus melakukan “perang hibrida” yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan kawasan. Keputusan ini diumumkan oleh Dewan Uni Eropa, sebagaimana dikutip dari kantor berita Tass, pada Sabtu (4/10).
Sanksi ini merupakan kelanjutan dari mekanisme pembatasan yang pertama kali diperkenalkan pada 8 Oktober 2024, sebagai tambahan dari paket sanksi utama UE terhadap Rusia. Langkah tersebut menargetkan 47 individu dan 15 entitas yang diduga terlibat dalam aktivitas destabilisasi. Menurut pernyataan resmi UE, mereka yang masuk dalam daftar sanksi akan menghadapi pembekuan aset dan larangan perjalanan ke wilayah Uni Eropa. Selain itu, warga negara dan perusahaan di UE dilarang menyediakan dana, aset keuangan, atau sumber daya ekonomi kepada pihak-pihak yang terdaftar.
Sanksi ini dirancang untuk menangani apa yang disebut UE sebagai “aktivitas hibrida Rusia yang berkelanjutan.” Istilah perang hibrida merujuk pada kombinasi taktik konvensional dan non-konvensional, seperti serangan siber, disinformasi, dan operasi intelijen, yang dianggap mengancam keamanan dan stabilitas negara-negara anggota UE. Meskipun Rusia berulang kali membantah tuduhan tersebut, UE menegaskan bahwa langkah ini diperlukan untuk melindungi kepentingan keamanan bersama.

Dokumen resmi UE menyatakan, “Langkah-langkah pembatasan ini menargetkan individu dan entitas yang bertanggung jawab atas aktivitas yang merusak stabilitas. Mereka tunduk pada pembekuan aset, dan larangan menyediakan sumber daya ekonomi berlaku untuk memastikan efektivitas sanksi. Larangan perjalanan juga diberlakukan untuk mencegah individu yang terdaftar memasuki atau transit melalui wilayah Uni Eropa.”
Keputusan ini diperkirakan akan memperdalam ketegangan antara UE dan Rusia, yang hubungannya telah memburuk sejak konflik di Ukraina dan berbagai isu geopolitik lainnya. Analis politik menilai bahwa sanksi ini, meskipun bersifat simbolis, dapat memengaruhi dinamika ekonomi dan diplomatik di kawasan Eropa Timur. Namun, efektivitas sanksi dalam mengubah kebijakan Rusia masih menjadi perdebatan di kalangan akademisi dan pengamat internasional.
Pihak Rusia belum memberikan tanggapan resmi atas perpanjangan sanksi ini hingga berita ini diterbitkan. Namun, berdasarkan respons sebelumnya, Moskow kemungkinan akan menganggap langkah UE sebagai provokasi dan mungkin membalas dengan tindakan serupa terhadap pejabat atau entitas Eropa.
Baca juga : KPU Tapanuli Selatan Tetapkan 225.230 Pemilih dalam Rapat Pleno PDPB Triwulan III 2025
Dari perspektif hubungan internasional, perpanjangan sanksi ini mencerminkan pendekatan UE dalam menggunakan instrumen ekonomi dan diplomatik untuk menangani ancaman keamanan non-tradisional. Pendekatan ini sejalan dengan strategi keamanan hibrida UE yang diterbitkan pada 2016, yang menekankan pentingnya ketahanan terhadap ancaman lintas batas. Namun, para kritikus berpendapat bahwa sanksi semacam ini sering kali memiliki dampak terbatas terhadap negara target, sementara berpotensi memengaruhi hubungan perdagangan dan kerja sama lintas sektoral.
Perpanjangan sanksi ini juga menimbulkan pertanyaan tentang masa depan hubungan UE-Rusia dalam konteks geopolitik global yang semakin terpolarisasi. Dengan mempertimbangkan dinamika ini, para peneliti hubungan internasional mungkin akan terus memantau implikasi jangka panjang dari kebijakan ini terhadap stabilitas kawasan.
Pewarta : Setiawan Wibisono
