
RI News Portal. Jakarta, 1 Oktober 2025 – Di tengah dinamika geopolitik yang semakin kompleks, Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila (HKP) 2025 dengan upacara khidmat di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Acara ini tidak hanya menjadi ritual tahunan, melainkan manifestasi kolektif atas komitmen bangsa untuk mempertahankan ideologi negara di era pasca-pandemi dan ketegangan internasional. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, memimpin pembacaan ikrar yang menekankan peran Pancasila sebagai pilar utama keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam ikrar yang dibacakan pada Rabu pagi itu, Puan Maharani menyuarakan tekad bulat bangsa untuk terus mengamalkan nilai-nilai Pancasila. “Dalam memperingati Hari Kesaktian Pancasila, kami membulatkan tekad untuk tetap mempertahankan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber kekuatan menggalang kebersamaan untuk memperjuangkan, menegakkan kebenaran dan keadilan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ucap Puan dengan nada tegas, menggemakan semangat yang telah menjadi fondasi sejak kemerdekaan.
Puan menyoroti sejarah panjang ancaman terhadap NKRI sejak Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Ia menjelaskan bahwa rongrongan dari dalam maupun luar negeri sering kali muncul akibat kelengahan dan kurangnya kewaspadaan bangsa terhadap upaya-upaya yang bertujuan melemahkan Pancasila. “Dengan semangat kebersamaan yang dilandasi nilai-nilai luhur Pancasila, bangsa Indonesia tetap mampu memperkokoh tegaknya NKRI,” tambahnya, menekankan resiliensi ideologis sebagai kunci menghadapi polarisasi sosial dan pengaruh eksternal di era digital.

Ikrar tersebut ditutup dengan penegasan komitmen untuk menjadikan Pancasila sebagai sumber kekuatan dalam memperjuangkan kebenaran, menegakkan keadilan, serta menjaga keutuhan NKRI. Pernyataan ini bukan sekadar retorika, melainkan panggilan aksi bagi generasi muda untuk mengintegrasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, terutama di tengah maraknya isu disintegrasi yang dipicu oleh media sosial dan konflik regional.
Upacara yang berlangsung sekitar satu jam ini dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai inspektur upacara. Presiden memimpin prosesi mengheningkan cipta, mengajak seluruh peserta merefleksikan pengorbanan para pahlawan. “Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan revolusi dan para pendahulu kita yang telah berkorban untuk kedaulatan, kehormatan, kemerdekaan bangsa Indonesia dan untuk mempertahankan Pancasila,” kata Prabowo, suaranya bergema di antara monumen yang sarat makna historis.
Elemen simbolis lainnya melengkapi upacara: Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Ahmad Muzani, membacakan teks Pancasila; Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Yorrys Raweyai, menyampaikan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945; sementara Menteri Agama Nasaruddin Umar memimpin doa yang memohon kekuatan spiritual bagi bangsa.
Kehadiran para pejabat tinggi negara menandai solidaritas lintas institusi. Di antara mereka terdapat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Djamari Chaniago, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, serta Menteri Perdagangan Budi Santoso. Selain itu, turut hadir Wakil Ketua DPD RI Yorrys Raweyai, Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri, Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana TNI Muhammad Ali, dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI M. Tonny Harjono.
Dalam konteks akademis, peringatan HKP 2025 ini mencerminkan evolusi Pancasila sebagai ideologi dinamis. Berbeda dari narasi konvensional yang sering kali bersifat seremonial, acara tahun ini menonjolkan dimensi preventif terhadap ancaman ideologis, seperti radikalisme digital dan pengaruh asing. Analis politik dari Universitas Indonesia (UI) menilai, di bawah kepemimpinan Prabowo, upacara ini menjadi momentum untuk memperkuat narasi nasionalisme inklusif, yang membedakannya dari pendekatan sebelumnya yang lebih fokus pada aspek historis semata.
Upacara ini tidak hanya mengenang tragedi G30S/PKI 1965, tapi juga mengajak refleksi atas tantangan kontemporer, seperti ketimpangan ekonomi dan perubahan iklim, yang memerlukan Pancasila sebagai panduan etis. Dengan demikian, HKP 2025 bukan akhir dari perjuangan, melainkan awal dari komitmen berkelanjutan untuk menjaga harmoni bangsa di abad ke-21.
Pewarta : Vie
