
RI News Portal. Jakarta, 29 September 2025 – Di tengah upaya pemerintah untuk mempercepat transformasi digital di sektor energi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggelar pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero). Hari ini, lembaga antirasuah tersebut memanggil Direktur Keuangan dan Manajemen Resiko PT Sigma Cipta Caraka (Telkomsigma), Rina Susanti, untuk memberikan keterangan sebagai saksi. Pemeriksaan ini menjadi bagian dari pendalaman proses pengadaan yang diduga sarat penyimpangan selama periode 2018-2023.
Rina Susanti, yang memegang posisi kunci dalam pengelolaan keuangan dan risiko di anak perusahaan PT Telkom Indonesia ini, diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam tentang alur dana dan kontrak terkait proyek digitalisasi. Selain Rina, KPK juga memanggil dua saksi lain dari Telkomsigma: Lanny Handoko, seorang pegawai operasional, dan Suryo Radityo, yang menjabat sebagai Head of Billing. Ketiganya dianggap memiliki pengetahuan langsung mengenai kerjasama antara Telkomsigma dan Pertamina dalam menyediakan infrastruktur digital.
Tak hanya dari pihak Telkomsigma, penyidik KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Tasmin, mantan Vice President Finance PT Pertamina International Shipping (PINS). Tasmin, yang pernah bertanggung jawab atas aspek keuangan di entitas anak usaha Pertamina tersebut, dipanggil untuk mengklarifikasi peranannya dalam rantai pengadaan yang kini menjadi sorotan.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan agenda pemeriksaan ini dalam konferensi pers singkat di Jakarta. “KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi-saksi terkait dugaan korupsi dalam pengadaan digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero) untuk periode 2018-2023,” ujar Budi. Ia menambahkan bahwa seluruh proses berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, tanpa merinci materi spesifik yang akan dibahas untuk menjaga integritas penyidikan.
Kasus ini menyoroti kerjasama antara PT Pertamina dan PT Telkom dalam mengimplementasikan sistem digital untuk SPBU. Telkom, melalui anak usahanya Telkomsigma, bertanggung jawab atas penyediaan solusi teknologi yang mencakup pemantauan stok dan penjualan bahan bakar minyak (BBM), integrasi transaksi pembayaran, serta pengelolaan distribusi BBM bersubsidi. Proyek ini semakin krusial sejak Pertamina memberlakukan kebijakan penggunaan kode quick response (QR) bagi konsumen subsidi, yang dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam penyaluran energi bersubsidi.
Namun, KPK menduga adanya penyimpangan serius dalam proses tersebut. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa modus operandi melibatkan penggelembungan nilai atas setiap unit BBM yang dikeluarkan. “Ada indikasi kemahalan yang signifikan dalam pengadaan digitalisasi ini,” kata Asep, menekankan bahwa hal ini berpotensi merugikan keuangan negara dan mengganggu akses masyarakat terhadap BBM subsidi.
Baca juga : Pertumbuhan Industri Tekstil 2025: Kemenperin Bantah Tuduhan PHK Massal, Soroti Penguatan Regulasi Impor
Penyelidikan KPK telah mencapai tahap lanjut sejak penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) pada September 2024. Meski belum diumumkan secara resmi, sumber terpercaya menyebutkan bahwa lembaga ini telah menetapkan tiga tersangka: dua di antaranya berasal dari PT Telkom dengan inisial DR dan W, serta satu dari pihak swasta, E, yang menjabat sebagai Direktur PT Pasifik Cipta Solusi. Penetapan tersangka ini menandai eskalasi kasus, di mana KPK berupaya mengungkap jaringan yang lebih luas melibatkan BUMN dan mitra swasta.
Dalam konteks lebih luas, kasus ini mencerminkan tantangan dalam adopsi teknologi digital di sektor publik Indonesia. Digitalisasi SPBU, yang seharusnya menjadi langkah maju untuk mengurangi kebocoran subsidi dan meningkatkan akuntabilitas, justru menjadi celah bagi praktik korupsi. Analisis akademis dari berbagai studi korupsi menunjukkan bahwa proyek teknologi skala besar sering kali rentan terhadap manipulasi anggaran, terutama ketika melibatkan kolaborasi antar-entitas negara dan swasta tanpa pengawasan ketat. Hal ini menggarisbawahi perlunya reformasi tata kelola pengadaan barang dan jasa di BUMN, termasuk penerapan audit independen dan transparansi kontrak.
KPK menyatakan komitmennya untuk terus mendalami kasus ini, dengan potensi pemanggilan saksi tambahan di masa mendatang. Masyarakat diimbau untuk mendukung proses hukum ini demi mewujudkan sektor energi yang bersih dari korupsi, yang pada akhirnya berdampak pada stabilitas ekonomi nasional. Pembaruan lebih lanjut akan disampaikan seiring perkembangan penyidikan.
Pewarta : Yogi Hilmawan
