
RI News Portal. New York, 28 September 2025 – Dalam pidato yang tegas dan penuh nuansa diplomatik di sesi debat umum Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemarin, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyoroti eskalasi ketegangan global, memperingatkan bahwa setiap bentuk agresi terhadap negaranya akan dihadapi dengan respons yang tegas dan tak kompromi. Pidato ini, yang disampaikan pada Sabtu (27/9), menjadi sorotan di tengah dinamika geopolitik yang semakin rumit, di mana Lavrov menuduh negara-negara Barat semakin gencar mengancam penggunaan kekuatan militer terhadap Moskow.
Lavrov menggambarkan narasi Barat yang menuduh Rusia hampir siap menyerang negara-negara anggota NATO dan Uni Eropa (UE) sebagai provokasi yang tak berdasar. Ia menekankan bahwa Presiden Vladimir Putin telah berulang kali membantah tuduhan semacam itu, dengan menegaskan bahwa Rusia tidak pernah memiliki niat atau rencana untuk melakukan serangan semacam itu. “Kami tidak pernah mengancam siapa pun, tapi kami siap membela diri,” ujar Lavrov, menggarisbawahi posisi defensif Moskow di tengah apa yang disebutnya sebagai “kampanye propaganda” dari pihak Barat.
Pergeseran fokus pidato kemudian ke konflik Rusia-Ukraina, di mana Lavrov mengulangi komitmen Rusia untuk dialog. Seperti yang sering disampaikan Putin, Rusia tetap terbuka terhadap negosiasi yang bertujuan menghilangkan akar penyebab krisis sejak awal. Namun, ia menambahkan syarat krusial: keamanan dan kepentingan vital Rusia harus dijamin secara andal, sementara hak-hak warga Rusia serta penutur bahasa Rusia di wilayah Ukraina yang masih dikuasai Kyiv harus dipulihkan dan dihormati sepenuhnya. “Atas dasar ini, kami siap membahas jaminan keamanan untuk Ukraina,” kata Lavrov, menawarkan olive branch yang kondisional di tengah deadlock diplomatik yang berkepanjangan.

Lebih lanjut, Lavrov menyentuh hubungan bilateral Rusia-Amerika Serikat (AS), yang ia pandang sebagai kunci stabilitas global. Ia menyatakan harapan atas kelanjutan dialog pasca-pertemuan puncak di Alaska pada Agustus lalu, di mana kedua belah pihak menunjukkan sinyal positif. Menurutnya, AS tidak hanya menunjukkan aspirasi untuk berkontribusi dalam penyelesaian krisis Ukraina secara realistis, tetapi juga keinginan untuk mengembangkan kerja sama pragmatis tanpa dibebani sikap ideologis. “Rusia dan AS memikul tanggung jawab khusus terhadap keadaan dunia, untuk menghindari risiko yang bisa menjerumuskan umat manusia ke dalam perang baru,” tegas Lavrov, mengingatkan pada beban historis kedua negara adidaya nuklir ini.
Salah satu poin paling menonjol dalam pidato Lavrov adalah penegasan ulang inisiatif baru dari Putin terkait pengendalian senjata nuklir. Moskow siap mematuhi batasan senjata nuklir selama satu tahun setelah Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START) berakhir pada Februari 2026, asalkan AS melakukan hal serupa dan menahan diri dari tindakan yang mengganggu keseimbangan pencegahan nuklir saat ini. Perjanjian ini, yang ditandatangani pada 2010 dan mulai berlaku pada 5 Februari 2011, membatasi jumlah hulu ledak nuklir dan sistem pengiriman strategis yang dikerahkan. Awalnya dijadwalkan berakhir pada 5 Februari 2021, perjanjian tersebut diperpanjang selama lima tahun hingga 2026 oleh Moskow dan Washington.
Pidato Lavrov ini datang di saat ketegangan global mencapai titik kritis, dengan implikasi yang meluas bagi arsitektur keamanan internasional. Di platform media online seperti ini, yang dirancang untuk pembaca yang mencari analisis mendalam tanpa sensasionalisme, pidato tersebut menggarisbawahi betapa diplomasi nuklir dan konflik regional saling terkait, menuntut pendekatan yang lebih holistik dari komunitas internasional. Sementara Barat mungkin melihatnya sebagai retorika defensif, bagi Moskow, ini adalah panggilan untuk dialog yang setara, bukan konfrontasi. Pembaca diundang untuk berbagi pandangan di kolom komentar interaktif di bawah, untuk mendiskusikan implikasi jangka panjang dari pernyataan ini.
Pewarta : Setiawan Wibisono S.TH
