
RI News Portal. Jakarta, 27 September 2025 – Di tengah penurunan tren pencatatan nikah nasional selama lima tahun terakhir, Kementerian Agama (Kemenag) telah merilis Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 748 Tahun 2025. Kebijakan ini merevisi klasifikasi tipologi Kantor Urusan Agama (KUA), menyesuaikannya dengan realitas lapangan sambil memprioritaskan kemajuan karir para penghulu. Langkah ini tidak hanya menyederhanakan tata kelola administrasi keagamaan, tetapi juga mencerminkan respons proaktif terhadap perubahan sosial masyarakat Indonesia.
KMA baru ini mengklasifikasikan KUA berdasarkan volume pencatatan nikah tahunan, dengan penambahan kategori khusus untuk wilayah geografis tertentu. Tipologi A, B, dan C difokuskan pada angka pencatatan, sementara Tipologi D1 dan D2 mempertimbangkan tantangan aksesibilitas: D1 untuk daerah terluar, terdalam, dan perbatasan darat, serta D2 untuk wilayah kepulauan. Pendekatan ini mengakui keragaman kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, di mana faktor geografis sering menghambat layanan publik.

Penyesuaian ambang batas klasifikasi menjadi sorotan utama. Untuk Tipologi A, batas minimal kini diturunkan dari lebih dari 1.200 peristiwa per tahun menjadi lebih dari 1.000. Tipologi B direvisi dari rentang 600–1.200 menjadi 400–1.000, sementara Tipologi C dari kurang dari 600 menjadi kurang dari 400. Perubahan ini, menurut para pejabat Kemenag, bertujuan untuk membuat klasifikasi lebih realistis dan inklusif, menghindari stagnasi karir bagi penghulu di daerah dengan volume nikah rendah.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad, menjelaskan bahwa revisi ini mengembalikan esensi KUA ke fungsi intinya: pencatatan nikah. “Kami menurunkan ambang batas agar sesuai dengan kondisi aktual di lapangan, sehingga penempatan penghulu tidak lagi menjadi penghalang bagi kemajuan karir mereka,” ujar Abu dalam konferensi pers pada Rabu, 24 September 2025. Ia menekankan peran Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) sebagai sumber data primer, yang kini semakin krusial untuk kebijakan berbasis bukti.
Baca juga : Kacang Mete Wonogiri: Camilan Khas dengan Harga Premium dan Proses Produksi yang Menantang
Dengan diberlakukannya KMA 748/2025, aturan sebelumnya—KMA Nomor 842 Tahun 2024—secara resmi dicabut. Seluruh regulasi teknis terkait wajib diselaraskan, memastikan transisi mulus di tingkat lokal. Kepala Subdirektorat Bina Kepenghuluan, Afief Mundzir, menambahkan dimensi humanis pada kebijakan ini. “Penurunan angka nikah belakangan ini membuat ambang batas lama sulit dicapai, yang berdampak pada jenjang karir penghulu. Ini adalah langkah proaktif untuk mendukung mereka,” kata Afief.
Lebih jauh, Afief mendorong penghulu untuk memanfaatkan kebijakan ini sebagai momentum pening
Pewarta : Yudha Purnama
