
RI News Portal. Yogyakarta, 26 September 2025 – Di tengah tantangan akses keadilan yang masih menjadi isu krusial di Indonesia, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengambil langkah progresif dengan menggandeng 26 organisasi bantuan hukum (OBH) terakreditasi. Inisiatif ini bertujuan memperkuat fondasi keadilan bagi masyarakat miskin, memastikan bahwa hak konstitusional mereka tidak lagi terpinggirkan oleh hambatan ekonomi atau geografis.
Kolaborasi ini mencakup seluruh kabupaten dan kota di DIY, dari Sleman hingga Gunungkidul, di mana OBH tersebar secara strategis untuk menjangkau komunitas akar rumput. Soleh Joko Sutopo, Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kanwil Kemenkumham DIY, menekankan bahwa pendekatan ini bukan sekadar prosedur administratif. “Bantuan hukum harus dilihat sebagai instrumen esensial untuk menegakkan prinsip equality before the law,” ujarnya dalam konferensi pers di Yogyakarta pada Kamis lalu. Ia menambahkan bahwa layanan ini meliputi kasus litigasi dan non-litigasi, termasuk pidana, perdata, serta tata usaha negara, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
Dalam perspektif akademis, inisiatif ini mencerminkan evolusi dari model bantuan hukum konvensional menuju ekosistem yang lebih terintegrasi. Berbeda dengan pendekatan sentralistik di masa lalu, kolaborasi ini memanfaatkan jaringan lokal OBH untuk mengurangi disparitas akses, terutama di wilayah pedesaan DIY yang sering kali terisolasi dari pusat-pusat hukum urban. Prosedur pengajuan yang disederhanakan, didukung oleh anggaran pemerintah yang substansial, diharapkan menjadi katalisator bagi partisipasi masyarakat dalam proses peradilan.

Agung Rektono Seto, Kepala Kanwil Kemenkumham DIY, menyoroti dimensi kualitatif dari program ini. “Keadilan bukan hanya soal akses, tapi juga tentang integritas dan profesionalisme pendampingan,” katanya. Ia menegaskan perlunya peningkatan kompetensi advokat dan manajemen kasus untuk menghindari praktik yang bersifat formalitas semata. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip negara hukum (rechtsstaat) yang menuntut perlindungan hak asasi manusia secara substantif, bukan sekadar prosedural.
Dari sudut pandang sosial-ekonomi, kolaborasi ini berpotensi mengurangi ketidakadilan struktural di DIY, di mana masyarakat miskin sering kali menghadapi dilema antara biaya litigasi tinggi dan risiko ketidakmampuan membela diri. Dengan 26 OBH sebagai mitra, Kanwil Kemenkumham DIY berupaya membangun “jembatan keadilan” yang inklusif, memastikan tidak ada warga yang merasa terisolasi dalam menghadapi persoalan hukum. “Ini adalah manifestasi nyata dari komitmen konstitusional kita untuk kesetaraan,” tambah Agung.
Baca juga : DPRD Padangsidimpuan Gelar Sidang Paripurna, Bahas Perubahan APBD 2025 Secara Transparan
Meski demikian, keberhasilan inisiatif ini bergantung pada monitoring berkelanjutan. Para pengamat hukum menyarankan agar Kanwil Kemenkumham DIY mengintegrasikan mekanisme evaluasi berbasis data untuk mengukur dampak nyata terhadap penurunan angka ketidakadilan. Di era digital, potensi ekspansi layanan melalui platform online juga bisa menjadi inovasi selanjutnya, membuat bantuan hukum lebih adaptif terhadap dinamika masyarakat modern.
Kolaborasi ini tidak hanya memperkaya lanskap bantuan hukum di DIY, tapi juga menjadi model potensial bagi wilayah lain di Indonesia. Dengan fokus pada empati konstitusional, inisiatif Kanwil Kemenkumham DIY mengingatkan bahwa keadilan adalah hak universal, bukan privilege bagi yang mampu.
Pewarta : Yudha Purnama
