
RI News Portal. Ottawa, 25 September 2025 – Di tengah hembusan angin musim gugur yang sejuk khas ibu kota Kanada, pesawat kepresidenan Indonesia mendarat mulus di Bandara Internasional Ottawa Macdonald-Cartier pada Rabu siang waktu setempat. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto melangkah turun dari tangga pesawat dengan langkah tegas, disambut hangat oleh pejabat tinggi Kanada, menandai dimulainya kunjungan resmi yang penuh harapan ini. Kunjungan ini bukan sekadar protokoler diplomatik; ia menjadi saksi bisu atas ambisi bersama dua negara untuk membangun jembatan ekonomi yang kokoh di tengah dinamika global yang semakin kompleks.
Presiden Prabowo tiba di Ottawa usai menyelesaikan rangkaian agenda di Amerika Serikat, di mana ia membahas isu-isu strategis seperti keamanan regional dan transisi energi. Kini, fokus bergeser ke utara, ke negeri maple yang kaya sumber daya alam. Kedatangan sang presiden langsung disambut oleh Menteri Perdagangan Internasional Kanada, Maninder Sidhu, serta Duta Besar Kanada untuk Indonesia, Jess Dutton. Tak ketinggalan, Duta Besar Indonesia untuk Kanada, Muhsin Syihab, dan Atase Pertahanan KBRI Ottawa, Marsma TNI Edwardus Wisoso Aribowo, turut hadir untuk menyempurnakan protokol sambutan. Sorak sorai ringan dan jabat tangan hangat menyambut Prabowo, mencerminkan antusiasme kedua belah pihak terhadap agenda yang telah lama dinanti.
Dari landasan pacu bandara, rombongan terbatas Presiden langsung menuju pusat kota Ottawa, menuju hotel akomodasi selama kunjungan ini. Perjalanan singkat itu menjadi jeda sejenak sebelum hiruk-pikuk agenda dimulai. Kunjungan resmi Presiden Prabowo, yang dijadwalkan berlangsung hingga akhir pekan, dirancang untuk memperkuat hubungan strategis Indonesia-Kanada yang telah terjalin sejak era kemerdekaan. Di era Prabowo, diplomasi Indonesia menekankan pendekatan “downstreaming” ekonomi, di mana nilai tambah domestik menjadi kunci, dan Kanada—dengan keunggulannya di sektor teknologi hijau dan pertambangan berkelanjutan—muncul sebagai mitra ideal.

Agenda inti kunjungan ini mencakup pertemuan bilateral dengan Gubernur Jenderal Kanada, Mary Simon, di Rideau Hall pada sore hari. Pertemuan tersebut diharapkan membahas isu-isu lintas budaya dan pendidikan, mengingat kedua negara memiliki komitmen kuat terhadap keragaman dan inklusivitas. Lebih krusial lagi, Presiden Prabowo dijadwalkan melakukan pertemuan tête-à-tête dengan Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, di West Block, Parliament Hill. Carney, mantan gubernur Bank of Canada yang kini memimpin pemerintahan Liberal sejak Maret lalu, dikenal dengan pendekatan ekonominya yang progresif, terutama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat. Pertemuan ini dipandang sebagai momentum untuk menyelaraskan visi kedua pemimpin dalam membangun rantai pasok global yang tangguh.
Namun, sorotan utama kunjungan ini tak lepas dari penandatanganan Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA), yang dijadwalkan digelar sore ini di hadapan kedua pemimpin. Perjanjian ini bukan hanya dokumen formal; ia merupakan perjanjian perdagangan bebas (FTA) pertama Indonesia dengan mitra dagang dari kawasan Amerika Utara, menandai babak baru diversifikasi mitra ekonomi Nusantara. Negosiasi CEPA telah memakan waktu empat tahun, dimulai sejak 2021, dan secara substansial diselesaikan pada November 2024, sebelum akhirnya diratifikasi untuk penandatanganan tahun ini. ICA-CEPA membuka liberalisasi tarif hingga 90,5% untuk barang impor senilai US$1,4 miliar ke Kanada, dengan fokus pada sektor kritis seperti mineral nikel—di mana Indonesia mendominasi pasokan global—serta produk pertanian dan teknologi hijau Kanada.
Baca juga : KPK Didesak Segera Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Kuota Haji 2023-2024
Dari perspektif akademis, ICA-CEPA merepresentasikan model kemitraan yang inovatif di tengah era deglobalisasi parsial. Seperti yang dianalisis oleh para pakar hubungan internasional di Universitas Indonesia, perjanjian ini selaras dengan Strategi Indo-Pasifik Kanada, yang menempatkan Indonesia sebagai pusat pertumbuhan ASEAN. “CEPA bukan sekadar alat perdagangan; ia adalah instrumen geopolitik untuk mengurangi ketergantungan pada rantai pasok Asia Timur Utara,” ujar Dr. Luthfi Dhofier, pakar ekonomi dari Canadian International Council, dalam wawancara eksklusif dengan tim redaksi kami. Dhofier menekankan bahwa kesepakatan ini berpotensi meningkatkan ekspor Indonesia sebesar 15-20% ke Kanada dalam lima tahun ke depan, khususnya di sektor agroindustri dan energi terbarukan, sambil memastikan standar lingkungan yang ketat untuk mencegah eksploitasi sumber daya.
Lebih lanjut, penandatanganan ICA-CEPA disertai kesepakatan pendukung yang memperkaya dimensi kerjasama. Export Development Canada (EDC) dan Indonesia Investment Authority (INA) meneken perjanjian untuk mengeksplorasi investasi di infrastruktur, cleantech, dan agrifood—sektor-sektor yang krusial bagi transisi net-zero kedua negara. Sementara itu, Business Council of Canada dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) meresmikan MoU untuk memperkuat kolaborasi bisnis, termasuk di bidang digital dan manufaktur canggih. Di sisi pertahanan, kesepakatan kerjasama baru dibangun di atas MoU Militer Cooperation bulan lalu, mencakup dialog pertahanan dan latihan bersama seperti Super Garuda Shield.
Kunjungan ini juga mencerminkan dinamika kepemimpinan baru di kedua negara. Prabowo, dengan latar belakang militer dan visi ekonomi inklusif, melihat Kanada sebagai jembatan ke pasar Amerika Utara tanpa ketergantungan berlebih pada AS. Sementara Carney, yang naik tahta di tengah perang dagang dengan Trump, menggunakan CEPA untuk memperkuat posisi Kanada sebagai pemain utama di Indo-Pasifik. “Di dunia yang semakin terfragmentasi, kemitraan seperti ini adalah benteng terhadap proteksionisme,” tambah Carney dalam pernyataan resminya pagi ini.
Saat matahari Ottawa mulai condong ke barat, harapan semakin menggelora. ICA-CEPA diharapkan mulai berlaku pada 2026, membuka peluang bagi jutaan pekerja di kedua negara. Bagi Indonesia, ini berarti akses lebih luas ke teknologi Kanada untuk downstreaming nikel dan kopi berkelanjutan. Bagi Kanada, ini adalah gerbang ke pasar 270 juta jiwa yang tumbuh 5,1% per tahun. Kunjungan Prabowo ke Ottawa, dengan demikian, bukan akhir dari sebuah perjalanan—melainkan awal dari era kolaborasi yang saling menguntungkan, di mana dua bangsa saling menguatkan di tengah badai global.
Pewarta : Albertus Parikesit
