
RI News Portal. New York, 24 September 2025 – Di tengah gemuruh sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 yang penuh ketegangan geopolitik, pidato Presiden Indonesia Prabowo Subianto tak hanya menyuarakan komitmen teguh terhadap solusi dua negara untuk Palestina, tapi juga meninggalkan jejak emosional yang mendalam. Gestur tangan Presiden Prabowo yang menggetarkan meja podium saat mengecam kekerasan di Gaza menjadi simbol keberanian yang tak terlupakan, bahkan menuai pujian langsung dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam sesi pertemuan multilateral tentang Timur Tengah.
Pertemuan di Ruang Konsultasi Dewan Keamanan PBB, Selasa (23/9/2025), berlangsung di sela-sela debat umum UNGA yang dibuka sehari sebelumnya. Di hadapan para pemimpin dunia, Trump – yang baru saja menyampaikan pidato pembukaannya yang kontroversial dengan kritik pedas terhadap imigrasi dan kebijakan energi hijau Eropa – tiba-tiba beralih ke nada apresiatif. “Pidato yang hebat, Anda melakukan pekerjaan luar biasa dengan mengetukkan tangan di meja itu. Anda membawa semangat membara yang menginspirasi semua orang di sini. Terima kasih banyak,” ujar Trump sambil menoleh langsung ke arah Prabowo, disambut anggukan setuju dari peserta lain seperti Raja Yordania Abdullah II dan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva.
Ucapan Trump ini bukan sekadar basa-basi diplomatik. Ia menyoroti bagaimana gestur fisik Prabowo – yang menggambarkan kemarahan atas “bencana kemanusiaan di depan mata kita” – menciptakan “energi tersendiri” yang menggugah perhatian. “Dengan ketegasan dan keberanian seperti itu, Anda memberikan gaya komunikasi baru di forum ini,” tambah Trump, yang pidatonya sendiri sering kali ditandai dengan gaya flamboyan serupa. Respons hangat ini segera menjadi sorotan, dengan para pemimpin lain turut mendekati Prabowo pasca-pidato untuk menyalami dan menyampaikan apresiasi atas pesan kuatnya tentang keadilan global.

Pidato utama Prabowo disampaikan pada hari Senin (22/9/2025) dalam Konferensi Tingkat Tinggi tentang Penyelesaian Damai Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara, yang diprakarsai Prancis dan Arab Saudi. Sebagai pembicara kelima dari 33 negara dan organisasi, Prabowo membuka dengan penghargaan mendalam atas inisiatif kedua negara tuan rumah. “Kepemimpinan Prancis dan Arab Saudi dalam menyelenggarakan pertemuan ini adalah langkah berani menuju perdamaian,” katanya, sebelum langsung menyelami keprihatinan atas tragedi Gaza.
Dengan suara tegas, Prabowo menggambarkan horor yang sedang berlangsung: “Ribuan nyawa tak berdosa, banyak di antaranya perempuan dan anak-anak, telah terbunuh. Kelaparan mengancam, bencana kemanusiaan sedang terjadi di depan mata kita.” Gestur tangannya yang menggetarkan meja justru terjadi saat ia menyatakan, “Kami mengutuk semua tindakan kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa.” Ruangan hening sejenak, sebelum pecah dalam tepuk tangan meriah – delapan kali selama pidato, menurut pengamat.
Prabowo tak berhenti di kecaman semata. Ia menegaskan kembali posisi historis Indonesia: solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi. “Tanggung jawab dunia bukan hanya untuk masa depan Palestina dan Israel, tapi juga kredibilitas PBB itu sendiri. Hanya solusi dua negara yang akan membawa rekonsiliasi, perdamaian, dan harmoni bagi dua keturunan Abraham,” tegasnya. Ia bahkan membuka pintu diplomasi lebih luas dengan menyatakan kesiapan Indonesia mengakui Israel “segera” jika negara itu mengakui kemerdekaan Palestina, sekaligus menjamin keamanannya. Pernyataan ini, meski menuai diskusi di kalangan aktivis Palestina yang khawatir akan melemahkan solidaritas, dilihat sebagai upaya pragmatis untuk mendorong akuntabilitas.
Pidato ini bukan hanya pidato pertama Prabowo di UNGA setelah 10 tahun absennya pemimpin Indonesia di panggung utama dunia, tapi juga mengulang jejak diplomasi ayahnya, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, yang dulu berjuang di forum serupa. Urutan ketiga dalam debat umum – setelah Trump dan Lula – menambah bobot simbolisnya, menjadikan suara Indonesia sebagai “penyegar multilateralisme yang sedang kalut,” kata analis Dino Patti Djalal.
Pujian Trump, yang biasanya hemat dalam apresiasi terhadap pemimpin lain, menjadi pengakuan tak terduga bagi Prabowo. Di tengah pidato Trump yang penuh serangan terhadap PBB sebagai “institusi lemah,” ucapan itu menonjol sebagai momen kebersamaan. Pertemuan multilateral tentang Timur Tengah, yang juga membahas dinamika Gaza dan perdamaian regional, berlangsung dalam suasana hangat – kontras dengan ketegangan global seperti perang Ukraina dan ambisi China yang disebut Trump.
Respons positif tak berhenti di Trump. Prabowo dikerubungi pemimpin seperti Abdullah II, yang menekankan urgensi solusi dua negara, dan Lula, yang berbagi visi keadilan sosial. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dalam pidatonya sehari sebelumnya, secara implisit mendukung pesan serupa dengan seruan untuk “bertindak, bertindak, bertindak” melawan ketidakadilan.
Bagi Indonesia, pidato ini memperkuat citra sebagai negara besar yang aktif di diplomasi internasional. Prabowo berjanji mengerahkan pasukan perdamaian di bawah mandat PBB ke Palestina, sebuah komitmen yang diberi bobot oleh latar belakang militernya. “Pengakuan Palestina adalah sisi benar sejarah. Kami tak boleh diam,” tutupnya, menggemakan Deklarasi New York yang diadopsi PBB pada 12 September lalu sebagai jalan adil menuju perdamaian.
Di akhir pertemuan, saat para pemimpin berjabat tangan di koridor Markas PBB, gestur Prabowo yang sederhana namun penuh api itu telah mengubah narasi: dari suara Asia Tenggara yang sering terpinggirkan, menjadi panggilan universal untuk keberanian dalam menghadapi krisis kemanusiaan. Saat dunia terus bergulat dengan bayang-bayang konflik, pidato ini mengingatkan bahwa diplomasi tak hanya soal kata-kata, tapi juga tentang getaran yang menyentuh hati.
Pewarta : Albertus Parikesit
