
RI News Portal. Melawi, 20 September 2025 – Di tengah tuntutan transparansi pengelolaan anggaran publik, proyek pembangunan perkuatan tebing sungai di Kedamin Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, menjadi sorotan atas dugaan pengabaian yang sistematis. Proyek bernilai miliaran rupiah ini terindikasi mangkrak, dengan alasan cuaca yang diklaim sebagai pembenaran utama, meskipun bukti lapangan menunjukkan ketidakprofesionalan pelaksana dan lemahnya pengawasan dari konsultan supervisi. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan inefisiensi penggunaan dana negara, tetapi juga mengungkap potensi pembiaran yang merugikan masyarakat setempat.
Berdasarkan pantauan di lapangan pada 19 September 2025, sisa-sisa cor semen masih terlihat berserakan, menandakan pekerjaan yang terhenti secara mendadak tanpa tanda-tanda kelanjutan. Proyek ini, yang seharusnya memperkuat tebing sungai untuk mencegah erosi dan banjir, gagal memenuhi tenggat waktu kontrak. Dugaan kuat mengarah pada kontraktor pelaksana yang kurang profesional, di mana alasan cuaca—seperti hujan deras atau kondisi musim—digunakan sebagai dalih untuk menutupi ketidaksiapan teknis dan manajemen proyek. “Ini bukan sekadar keterlambatan, tapi pembiaran yang disengaja,” ujar sumber lapangan yang enggan disebut namanya, menyoroti bagaimana faktor eksternal sering dimanfaatkan untuk menghindari sanksi.

Lebih dalam, peran konsultan supervisi menjadi pusat kritik. Tim teknis yang bertugas mengawasi progres pekerjaan diduga tidak menjalankan fungsi utamanya, seperti pemantauan rutin dan evaluasi kualitas. Akibatnya, proyek ini berpotensi gagal mutu, di mana material yang sudah dikeluarkan tidak memberikan manfaat jangka panjang. Dalam konteks akademis, hal ini menggambarkan kegagalan governance infrastruktur, di mana prinsip akuntabilitas—seperti yang diuraikan dalam teori manajemen proyek publik—terabaikan. Studi kasus serupa di wilayah tropis menunjukkan bahwa alasan cuaca sering menjadi scapegoat untuk korupsi kolusi nepotisme (KKN), di mana supervisi lemah membuka celah pemborosan anggaran.
Dampaknya tidak terbatas pada kerugian materiil negara, yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah dari dana APBN atau APBD yang terbuang sia-sia. Masyarakat Kedamin Hilir, yang bergantung pada sungai untuk transportasi dan pertanian, kini menghadapi risiko banjir yang lebih tinggi tanpa perlindungan tebing yang kokoh. Ini menimbulkan pertanyaan etis: apakah pembiaran ini merupakan bentuk kelalaian yang disengaja? Analisis jurnalistik mendalam mengindikasikan perlunya intervensi dari lembaga pengawas seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki alur dana dan tanggung jawab pihak terkait.
Pewarta Lisa Susanti, yang melaporkan langsung dari lokasi, menekankan urgensi reformasi pengawasan proyek infrastruktur di daerah terpencil. “Tanpa pengawasan ketat, proyek semacam ini hanya akan menjadi monumen kegagalan,” katanya. Versi berita ini, dirancang khusus untuk platform media online independen, menonjolkan pendekatan analitis dengan integrasi perspektif akademis—berbeda dari liputan konvensional yang sering terbatas pada fakta permukaan—untuk mendorong diskusi publik yang lebih mendalam tentang tata kelola sumber daya negara. Pembaca diundang berkontribusi melalui komentar untuk memperkaya narasi ini, sebagai bentuk jurnalisme partisipatif yang jarang ditemui di media arus utama.
Pewarta : Lisa Susanti
