
RI News Portal. Jakarta, 9 September 2025 — Istana Negara kembali menjadi pusat perhatian publik setelah Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memanggil sejumlah menteri Kabinet Merah Putih untuk menghadiri rapat perdana pasca perombakan kabinet (reshuffle) pada Senin (8/9/2025). Pertemuan ini dinilai sebagai momentum awal bagi arah kebijakan pemerintahan pasca restrukturisasi komposisi kabinet, sekaligus mengindikasikan prioritas negara dalam isu pangan, energi, serta lingkungan hidup.
Reshuffle kabinet sering kali dipandang sebagai instrumen politik untuk memperkuat stabilitas pemerintahan. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo tampak berusaha menegaskan kembali visi pembangunan jangka menengah melalui konsolidasi menteri-menteri strategis. Kehadiran Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menunjukkan fokus pada konsistensi kebijakan fiskal serta manajemen ekonomi makro di tengah ketidakpastian global.
Selain itu, keterlibatan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memperlihatkan sinyal kuat bahwa energi terbarukan, termasuk energi berbasis air, akan ditempatkan dalam agenda utama. Hal ini selaras dengan wacana transisi energi yang menjadi komitmen Indonesia di forum internasional.

Sorotan publik juga tertuju pada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, yang tiba di Istana pada pukul 13.55 WIB mengenakan batik cokelat. Raja Juli menyampaikan bahwa dirinya menyiapkan bahan rapat terkait cadangan hutan, ketahanan pangan, hingga energi berbasis air. Ia menegaskan akan melaporkan perkembangan konservasi gajah di Aceh Tengah melalui program Peusangan Elephant Conservation Initiative (PECI).
Menariknya, program konservasi tersebut memanfaatkan hibah lahan seluas 20.000 hektare dari Presiden Prabowo sendiri. Dari perspektif etika politik, kebijakan ini dapat dibaca sebagai bentuk statecraft yang menggabungkan kepentingan negara dengan komitmen personal presiden dalam isu lingkungan. Namun, pengamat menilai bahwa hibah tersebut juga perlu diawasi secara transparan agar tidak menimbulkan konflik kepentingan dalam tata kelola sumber daya alam.
Selain itu, rencana restorasi hutan di Taman Nasional Way Kambas menunjukkan keberlanjutan agenda ekologi di era pemerintahan Prabowo. Hal ini penting, mengingat kawasan tersebut selama ini menjadi ikon konservasi satwa langka di Sumatra.
Baca juga : KPK Periksa Ketua Kadin Kaltim Terkait Dugaan Suap Izin Usaha Pertambangan
Dari sisi hukum administrasi negara, reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 17. Namun, efektivitas kebijakan pasca reshuffle akan sangat ditentukan oleh sinkronisasi regulasi antar kementerian. Misalnya, koordinasi antara Kementerian ATR/BPN di bawah Nusron Wahid dengan Kementerian Pertanian Andi Amran Sulaiman akan berperan penting dalam mengatasi tumpang tindih lahan antara sektor agraria, pangan, dan kehutanan.
Kehadiran Menteri Pangan Zulkifli Hasan juga memberi pesan politik bahwa isu kedaulatan pangan tidak hanya bersifat teknokratis, melainkan menyangkut legitimasi pemerintahan di hadapan masyarakat. Dalam kajian kebijakan publik, keterpaduan antar kementerian ini merupakan prasyarat policy coherence yang seringkali menjadi titik lemah pemerintahan sebelumnya.

Rapat perdana ini tidak hanya bermakna simbolis, tetapi juga menumbuhkan ekspektasi masyarakat. Publik menantikan bagaimana janji pembangunan pangan, energi, dan konservasi dapat terealisasi dalam bentuk nyata. Di sisi lain, pemerintah juga dihadapkan pada tantangan sosial berupa resistensi masyarakat lokal dalam proyek-proyek besar, terutama di sektor kehutanan dan agraria.
Jika tidak dikelola secara inklusif, kebijakan konservasi maupun ekspansi lahan pangan bisa memunculkan gesekan baru dengan warga sekitar, sebagaimana yang pernah terjadi dalam sejumlah proyek strategis nasional. Oleh karena itu, mekanisme partisipasi publik, keterbukaan informasi, dan akuntabilitas kebijakan menjadi instrumen utama untuk menjaga legitimasi pemerintahan.
Pewarta : Albertus Parikesit
