
RI News Portal. Lampung Timur — Di tengah hiruk-pikuk pembangunan infrastruktur nasional, cerita dari daerah pinggiran seringkali luput dari sorotan. Di Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur, sejumlah aset milik pemerintah daerah tampak seperti relik masa lalu yang dibiarkan merana. Bangunan rumah dinas Camat Sukadana, yang seharusnya menjadi simbol kewibawaan birokrasi lokal, kini menjadi ikon kegagalan perawatan aset publik. Kondisi ini bukan hanya masalah estetika, melainkan cerminan mendalam atas inkonsistensi antara visi pembangunan yang digembar-gemborkan dan realitas di lapangan.
Rumah dinas tersebut, terletak di pusat administrasi kecamatan, seharusnya mendukung efisiensi pelayanan publik. Namun, observasi lapangan menunjukkan bangunan yang rusak parah: dinding retak, atap bocor, dan fasilitas sanitasi yang tak layak. Hal ini kontradiktif dengan posisinya sebagai jantung pemerintahan, di mana camat dan stafnya bertugas mengoordinasikan layanan bagi ribuan warga. Seorang warga setempat, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan, membagikan keprihatinannya melalui media sosial: “Miris saja melihat rumah dinas Pak Camat seperti ini, tak pernah direhab. Kita rakyat kecil hanya bisa berharap, tapi kita peduli pembangunan di Bumi Tuwah Bepadan tercinta.”

Fenomena ini bukan kasus terisolasi. Pasar Sukadana, sebagai pusat ekonomi masyarakat, juga mengalami nasib serupa. Jalanan di sekitarnya sudah diperbaiki namun acapkali hujan sering banjir, seperti yang sempat viral pada 2024 ketika warga melakukan aksi tebar ikan di lubang jalan sebagai bentuk protes kreatif.
“PAD daerah ini terus masuk tiap tahun, tapi kontribusi nyata dari pajak itu nyaris tak terasa, Pak. Gedung-gedungnya tetap kumuh, dari dulu tak pernah disentuh renovasi. Seolah uang rakyat hanya numpang lewat, tanpa ada wujud balik yang bisa dirasakan masyarakat.
“Pada April 2025, Bupati Ela Siti Nuryamah melakukan tinjauan langsung ke pasar tersebut, mengakui perlunya perbaikan infrastruktur krusial. Warga menambahkan, “Pasar itu sudah lama tak diperbaiki, padahal pusat ekonomi masyarakat. Kita tak tahu PAD-nya ke mana. Intinya, masyarakat cuma minta rehabilitasi itu saja.”
Dari perspektif akademis, kondisi ini mengilustrasikan stagnansi dalam implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Seperti disampaikan Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim dalam serah terima jabatan Bupati Lampung Timur periode 2021-2026, sinergi antarlevel pemerintahan krusial untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Namun, kesenjangan antara perencanaan dan eksekusi sering disebabkan oleh alokasi anggaran yang tidak prioritas, korupsi potensial, atau kurangnya pengawasan. Studi tentang governance daerah di Indonesia menunjukkan bahwa aset terbengkalai seperti ini dapat menurunkan kepercayaan publik hingga 30-40%, berdasarkan survei nasional tentang kepuasan layanan pemerintah.
Camat Sukadana, Hendra Septiawan, yang telah menjabat sejak 2023, mengakui masalah ini dalam wawancara eksklusif. “Terkait gedung rumah dinas camat tersebut, memang masih berfungsi namun di lapangan sudah tidak layak huni,” ujarnya. Ia menekankan bahwa usulan rehabilitasi telah diajukan berulang kali melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) kecamatan, termasuk keluhan masyarakat soal pasar. “Setiap pekan Musrenbang, kami sampaikan dan ajukan agar dialokasikan anggaran. Bahkan di era pemerintahan sebelumnya sudah sering kami sampaikan. Tapi kembali lagi pada pemerintah daerahnya. Terkait alokasi anggaran, silakan dipertanyakan pada leading sektor yang membidangi.”
Hendra, yang dikenal sebagai putra daerah dengan pengalaman luas di birokrasi, menambahkan bahwa perannya terbatas pada pendukung dan pendorong aspirasi masyarakat. Ia telah berkoordinasi dengan Bupati dan DPRD Lampung Timur, khususnya Komisi 3, namun respons resmi belum diterima hingga kini.
Kritik masyarakat mencerminkan kekecewaan yang lebih luas terhadap elit politik yang berganti tanpa perubahan nyata. Program prioritas sering hanya retorika, sementara visi “Rakyat Lampung Berjaya” berisiko menjadi slogan kosong. Untuk mengatasi ini, diperlukan pendekatan holistik: audit aset secara berkala, partisipasi masyarakat dalam pengawasan, dan transparansi anggaran melalui platform digital. Tanpa itu, pembangunan daerah hanya akan memperlemah fondasi ekonomi lokal, di mana pasar seperti Sukadana menjadi urat nadi bagi ribuan pedagang dan petani.
Daerahberkomitmen menyajikan liputan mendalam dengan perspektif analitis, berbeda dari media konvensional yang sering fokus pada sensasi. Kami mengajak pembaca berpartisipasi: Bagikan pengalaman Anda tentang aset publik di daerah melalui komentar di bawah, atau hubungi redaksi untuk investigasi lanjutan. Mari wujudkan pembangunan yang berpihak pada rakyat.
Pewarta : Lii
