
RI News Portal. Subulussalam. 23 Agustus 2025 – Di tengah upaya nasional untuk efisiensi anggaran berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, Pemerintah Kota (Pemko) Subulussalam, Aceh, justru mengalokasikan ratusan juta rupiah untuk fasilitas dinas pejabat tinggi. Pengadaan ini, yang tercantum dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) Sekretariat Daerah (Setda), memicu perdebatan tentang prioritas belanja daerah di era defisit keuangan.
Berdasarkan penelusuran dokumen RUP Setda Kota Subulussalam untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) Tahun 2025, terdapat alokasi Rp240 juta untuk belanja sewa bangunan atau gedung kantor. Anggaran ini secara spesifik diperuntukkan untuk sewa rumah dinas Wakil Wali Kota sebesar Rp132 juta dan Sekretaris Daerah (Sekda) sebesar Rp108 juta. Menariknya, rumah dinas Sekda disebut merupakan properti pribadi Sekda itu sendiri, yang disewa kembali oleh pemerintah daerah sebagai fasilitas resmi.

Kepala Sub Bagian (Kasubag) Program Setda Kota Subulussalam, Agung Purnama, S.Kom, menjelaskan bahwa pengadaan ini diperlukan karena belum tersedianya rumah dinas permanen untuk kedua jabatan tersebut. “Rp240 juta tersebut untuk sewa rumah pendopo Wakil Wali Kota dan Sekda. Hal ini karena rumah dinas untuk jabatan Wakil Wali Kota dan Sekretaris Daerah belum tersedia,” ujar Agung saat dikonfirmasi oleh media. Sekda Kota Subulussalam, H. Sairun, S.Ag, juga membenarkan hal ini, menekankan bahwa anggaran tersebut merupakan solusi sementara.
Selain itu, RUP juga mencantumkan pengadaan satu unit mobil dinas jenis MPV Toyota Kijang Innova senilai Rp442.848.000, yang diklaim diperuntukkan bagi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Subulussalam. Tak berhenti di situ, terdapat belanja kursi tamu di ruangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebesar Rp190 juta, serta kursi pejabat lainnya Rp19.995.000. Total pengeluaran ini mencapai lebih dari Rp892 juta, yang muncul di tengah kondisi defisit keuangan kota yang sedang mencekik.
Pengadaan ini kontradiktif dengan arahan efisiensi belanja yang ditegaskan dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025. Inpres ini, yang diterbitkan pada Februari 2025, menargetkan penghematan nasional sebesar Rp306,69 triliun, termasuk Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah. Presiden Prabowo Subianto secara eksplisit menginstruksikan gubernur, bupati, dan wali kota untuk mereviu anggaran operasional mereka, termasuk pemantauan efisiensi belanja daerah.
Dalam perspektif akademis, kebijakan ini mengingatkan pada prinsip good governance yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan publik. Menurut ahli tata kelola pemerintahan dari Universitas Syiah Kuala, Aceh, Dr. Muhammad Yusuf, alokasi untuk fasilitas dinas di tengah defisit bisa dianggap sebagai bentuk inefisiensi struktural. “Dalam teori penganggaran publik, prioritas harus diberikan pada layanan esensial seperti pendidikan dan kesehatan, bukan fasilitas elit. Sewa rumah pribadi pejabat dengan dana publik berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan erosi kepercayaan masyarakat,” katanya
Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa defisit APBD di banyak daerah Aceh, termasuk Subulussalam, dipengaruhi oleh ketergantungan tinggi pada transfer pusat yang kini dipangkas. Di level nasional, kritik serupa muncul terhadap anggaran mobil dinas pejabat eselon I yang naik menjadi Rp931,6 juta, meski Presiden Prabowo menekankan penghematan. Diskusi di media sosial X menyoroti hipokrisi ini, dengan pengguna menyebutnya sebagai “fasilitas kebal efisiensi” yang membebani rakyat.
Pewarta : Jaulim Saran
