
RI News Portal. Bogor, 20 Agustus 2025 – Peringatan Hari Pramuka ke-64 di Kota Bogor tidak sekadar seremoni. Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, menekankan perlunya Gerakan Pramuka mengambil peran substantif dalam agenda kemandirian pangan dan penguatan kedaulatan bangsa. Pesan ini menegaskan bahwa Pramuka bukan hanya organisasi pendidikan non-formal, melainkan juga bagian dari instrumen strategis pembangunan nasional.
Dalam sambutannya di Lapangan Sempur, Dedie menyatakan bahwa Pramuka harus bertransformasi agar selaras dengan perkembangan zaman, terutama melalui pembaruan kurikulum, metode pembinaan, dan orientasi kegiatan. Menurutnya, arah pembinaan sebaiknya tidak terbatas pada keterampilan dasar kepramukaan, tetapi juga pada penguatan wirausaha, inovasi sosial, dan pemanfaatan teknologi digital.
“Pramuka perlu kita jadikan sebagai pilar kekuatan dalam membentuk generasi muda yang berdaya saing dan siap memimpin bangsa agar lebih mandiri,” tegas Dedie.

Gagasan untuk menjadikan Pramuka sebagai aktor dalam kemandirian pangan menarik dicermati dalam perspektif ketahanan nasional. Menurut teori food security yang dirumuskan FAO, ketahanan pangan tidak hanya menyangkut ketersediaan, tetapi juga aksesibilitas, stabilitas, dan pemanfaatan pangan. Pramuka, dengan jaringan luas di tingkat gugus depan hingga kwartir cabang, memiliki potensi sebagai agen edukasi pertanian berkelanjutan, pengolahan pangan lokal, hingga promosi pola konsumsi sehat.
Keterlibatan Pramuka di bidang pangan dapat dilihat sebagai implementasi konsep people-centered development yang menekankan partisipasi masyarakat sipil dalam pembangunan. Dengan mengintegrasikan pelatihan agribisnis dan kewirausahaan, Pramuka dapat melahirkan generasi wirausaha muda di sektor pangan yang tangguh dan berorientasi pada kemandirian ekonomi bangsa.
Dedie juga mengingatkan ancaman serius yang dihadapi generasi muda, mulai dari disrupsi digital, judi online, narkoba, hingga tawuran. Dalam konteks hukum, tantangan ini berkaitan dengan lemahnya penegakan regulasi dan belum optimalnya pendidikan karakter. Pramuka, sebagai organisasi dengan dasar hukum yang kuat melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, memiliki legitimasi untuk menjalankan fungsi pencegahan dan pembinaan moral generasi muda.
Baca juga : Bali Melahirkan Bale Kerta Adhyaksa: Menjembatani Hukum Adat dan Hukum Positif
Dari perspektif etika politik, transformasi Pramuka juga menyangkut pembentukan generasi yang tidak hanya disiplin dan nasionalis, tetapi juga mampu menginternalisasi nilai Pancasila sebagai basis kepemimpinan masa depan. Hal ini sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang dicanangkan pemerintah melalui Asta Cita pembangunan nasional.
Selain pendidikan karakter, Pramuka juga konsisten menjalankan pengabdian sosial. Keterlibatan mereka dalam operasi SAR, penanggulangan bencana, penanaman pohon, hingga membantu kelancaran arus mudik, menunjukkan bahwa organisasi ini memiliki kapasitas sosial yang besar. Dalam perspektif tata kelola publik (public governance), keberadaan Pramuka dapat diposisikan sebagai mitra pemerintah daerah dalam mengisi ruang-ruang layanan sosial yang tidak seluruhnya bisa dijangkau negara.
Pesan Dedie A. Rachim dalam peringatan Hari Pramuka ke-64 di Kota Bogor merefleksikan urgensi revitalisasi Gerakan Pramuka. Tantangan yang dihadapi generasi muda membutuhkan jawaban konkret, bukan sekadar slogan. Dengan memperkuat kurikulum, mengintegrasikan pelatihan kewirausahaan, serta mendorong partisipasi aktif dalam ketahanan pangan, Pramuka dapat menjadi instrumen strategis dalam membangun bangsa yang berdaulat, mandiri, dan berdaya saing.
Pewarta : Moh Romli
