
RI News Portal. RAFAH, Mesir — Hamas mengumumkan pada hari Senin bahwa mereka telah menerima usulan baru dari mediator Arab untuk gencatan senjata di Jalur Gaza, sementara Israel menyatakan posisinya tetap tidak berubah. Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa jumlah korban tewas warga Palestina akibat perang selama 22 bulan telah melampaui 62.000 jiwa, dengan lebih dari 156.000 orang terluka. Krisis kemanusiaan yang memburuk di wilayah tersebut memicu kekhawatiran global, termasuk risiko kelaparan massal.
Perang yang berlangsung sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 251 sandera, telah memperburuk situasi di Gaza. Dari jumlah sandera tersebut, Israel memperkirakan sekitar 20 orang masih hidup, sementara sebagian besar lainnya telah dibebaskan melalui kesepakatan sebelumnya. Kementerian Kesehatan Gaza, yang dianggap sebagai sumber data terpercaya oleh PBB, mencatat bahwa sekitar setengah dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Hamas menyatakan kesiapannya untuk menerima usulan gencatan senjata terbaru, yang mencakup perubahan pada penarikan pasukan Israel dan jaminan untuk negosiasi jangka panjang selama gencatan senjata awal selama 60 hari. Usulan ini, menurut pejabat Mesir yang berbicara secara anonim kepada The Associated Press (AP), hampir identik dengan proposal sebelumnya yang diterima Israel. Namun, Israel belum bergabung dalam pembicaraan terbaru dan tetap pada posisi bahwa semua sandera harus dibebaskan dan Hamas dilucuti, dengan Israel mempertahankan kendali keamanan atas Gaza.

Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, menegaskan bahwa Mesir dan Qatar sedang “berupaya keras” untuk menghidupkan kembali usulan gencatan senjata AS. Dalam kunjungannya ke pos perbatasan Rafah, yang telah dikuasai Israel sejak Mei 2024, Abdelatty mengundang utusan AS, Steve Witkoff, untuk bergabung dalam pembicaraan. Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, juga terlibat dalam diskusi dengan pemimpin senior Hamas, Khalil al-Hayya, di Kairo.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengkritik negosiasi yang berlarut-larut melalui unggahan media sosial, menegaskan bahwa pembebasan sandera hanya mungkin terjadi jika Hamas “dihadapi dan dihancurkan.” Pernyataan ini mencerminkan ketegangan dalam mediasi yang melibatkan AS, Mesir, dan Qatar.
Di Israel, rencana untuk menduduki kembali Kota Gaza dan wilayah padat penduduk lainnya setelah kegagalan pembicaraan bulan lalu memicu protes massal pada hari Minggu. Ratusan ribu warga Israel menuntut pemerintah fokus pada pembebasan sandera yang tersisa.
Baca juga : Pertemuan Gedung Putih: Trump dan Zelenskyy Bahas Peluang Perdamaian dengan Rusia
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa 1.965 orang tewas saat mencari bantuan kemanusiaan sejak Mei, baik akibat kekacauan di sekitar konvoi PBB maupun di lokasi distribusi yang dikelola Gaza Humanitarian Foundation. Saksi dan pejabat PBB menyebutkan bahwa pasukan Israel berulang kali menembak ke arah kerumunan, meskipun Israel membantahnya dan mengklaim hanya menggunakan tembakan peringatan.
Para ahli memperingatkan bahwa Gaza berada di ambang kelaparan massal, dengan 112 anak dan 151 orang dewasa meninggal akibat kekurangan gizi sejak perang dimulai. Amnesty International menuduh Israel melakukan “kampanye kelaparan yang disengaja,” sebuah tuduhan yang dibantah Israel dengan menyatakan bahwa mereka telah mengizinkan masuknya cukup makanan. Namun, PBB menyoroti hambatan distribusi akibat pembatasan Israel dan kerusakan tatanan hukum di Gaza.

Pembicaraan gencatan senjata tetap berada pada posisi sulit, dengan Hamas menuntut gencatan senjata jangka panjang dan penarikan pasukan Israel, sementara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah untuk melanjutkan perang hingga Hamas dilucuti. Mesir dan Qatar terus mendorong kesepakatan menyeluruh yang dapat membebaskan semua sandera sekaligus, namun posisi Israel yang tidak fleksibel dan tekanan domestik di kedua belah pihak memperumit proses negosiasi.
Situasi kemanusiaan yang memburuk, ditambah dengan meningkatnya korban jiwa, menegaskan urgensi penyelesaian konflik. Komunitas internasional, termasuk PBB dan organisasi hak asasi manusia, terus menyerukan perlindungan warga sipil dan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan di Gaza.
Pewarta : Setiawan S.TH
