
RI News Portal. Bamako, Mali — Pemerintah transisi Mali mengumumkan telah menggagalkan upaya kudeta yang melibatkan dua jenderal aktif, sejumlah personel militer, warga sipil, dan seorang yang diduga agen intelijen Prancis. Penangkapan dilakukan sejak awal Agustus dan diumumkan oleh Menteri Keamanan, Jenderal Daoud Aly Mohammedine, melalui siaran berita nasional pada Kamis (14/8).
Dalam keterangannya, Mohammedine menyebut operasi penangkapan ini menindaklanjuti informasi adanya rencana untuk menggoyahkan stabilitas pemerintahan. “Situasi sepenuhnya terkendali, dan penyelidikan mendalam sedang berlangsung,” ujarnya.
Pemerintah menyebut warga negara Prancis yang ditangkap bernama Yann Vezilier, yang diduga bertindak atas nama dinas intelijen Prancis dengan menggalang dukungan tokoh politik, aktivis sipil, dan anggota militer di Mali. Hingga berita ini diturunkan, pihak Prancis belum memberikan tanggapan resmi.

Dua jenderal Mali yang ditahan adalah Abass Dembélé, mantan Gubernur Mopti yang diberhentikan pada Mei setelah meminta investigasi terkait dugaan pembunuhan warga sipil oleh militer di Diafarabé, serta Néma Sagara, yang dikenal atas kiprahnya memerangi kelompok militan pada 2012.
Televisi nasional Mali menayangkan foto 11 orang yang disebut sebagai anggota kelompok perencana kudeta. Pemerintah menegaskan bahwa rencana makar tersebut mulai digagas pada 1 Agustus dan berhasil dihentikan sebelum berkembang.
Baca juga : Putin Puji Upaya Trump Akhiri Perang Ukraina, Jelang KTT AS–Rusia di Alaska
Peristiwa ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan politik di Mali, menyusul pembubaran seluruh partai politik oleh junta militer pada Mei lalu dan perpanjangan masa jabatan Pemimpin Militer Jenderal Assimi Goita selama lima tahun. Langkah ini bertolak belakang dengan janji sebelumnya untuk mengembalikan pemerintahan sipil pada Maret 2024.
Mali, bersama Burkina Faso dan Niger, terus menghadapi ancaman kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan al-Qaida dan ISIS. Sejak dua kudeta militer, Mali memutus kerja sama militer dengan Prancis dan beralih ke Rusia untuk dukungan keamanan, meski serangan kelompok ekstremis masih meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
Pewarta : Setiawan S.TH
