
RI News Portal. Simangambat, Mandailing Natal — Di tengah hiruk-pikuk program bantuan sosial pemerintah, masih ada warga yang luput dari perhatian. Nuriani (47), atau yang akrab disapa Mak Ombing, adalah satu di antaranya. Warga Kelurahan Simangambat, Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing Natal ini setiap harinya menggantungkan hidup sebagai buruh cuci demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Setiap pagi, Nuriani memulai harinya dengan mendatangi rumah-rumah warga untuk menawarkan jasa mencuci pakaian. Upah yang diterima tak menentu, bergantung pada kemurahan hati pemberi kerja. Meski hidup dalam keterbatasan, ia tetap berusaha mandiri dan tidak mengemis. Namun, harapan akan adanya bantuan dari pemerintah menjadi satu-satunya pegangan yang tersisa.
“Saya sudah berkali-kali datang ke kantor kelurahan, berharap ada bantuan. Tapi sampai sekarang belum pernah dapat,” ujar Nuriani dengan suara lirih.

Pada Rabu (6/8/2025), awak media memantau langsung kunjungan Nuriani ke kantor Kelurahan Simangambat. Dengan wajah penuh harap, ia menghampiri salah satu petugas kelurahan dan menanyakan apakah namanya tercantum dalam daftar penerima bantuan beras Bulog dari pemerintah.
Petugas kelurahan dengan sigap membantu memeriksa daftar. Namun hasilnya mengecewakan: nama Nuriani tidak tercantum. Ia pun terduduk lesu di kursi ruang pelayanan, air matanya mengalir tanpa kata.
“Saya tidak tahu salah saya apa. Saya hanya ingin tahu kenapa saya tidak pernah dapat bantuan. Kalau dilihat dari kehidupan saya, saya rasa saya layak,” ucapnya sambil menangis.
Baca juga : KWRI Lampung Timur Gelar Santunan Anak Yatim: Wujud Kepedulian Sosial dan Sinergi Lintas Organisasi
Kisah Nuriani mencerminkan ketimpangan dalam sistem pendataan dan penyaluran bantuan sosial. Dalam konteks kebijakan publik, hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai validitas data penerima manfaat dan efektivitas mekanisme verifikasi di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Menurut pengamat kebijakan sosial, kasus seperti Nuriani bukanlah hal yang langka. Banyak warga miskin yang tidak terdaftar karena faktor administratif, kurangnya literasi digital, atau minimnya pendampingan dari aparat desa.
Kisah ini menegaskan pentingnya reformasi dalam sistem distribusi bantuan sosial. Pemerintah daerah perlu memperkuat mekanisme pendataan berbasis komunitas, melibatkan tokoh masyarakat, dan membuka kanal aduan yang responsif.
Nuriani bukan sekadar angka dalam statistik kemiskinan. Ia adalah potret nyata dari warga yang berjuang di tengah ketidakpastian, berharap negara hadir dalam bentuk paling sederhana: sekarung beras untuk menyambung hidup.
Pewarta : Indra Saputra
