
RI News Portal. Lampung Utara, 19 Juli 2025 – Polemik transparansi pagu anggaran proyek Rehabilitasi Daerah Irigasi Way Bumi Agung di Kecamatan Abung Barat dan Kecamatan Sungkai Jaya, Kabupaten Lampung Utara, memantik sorotan publik. Proyek senilai miliaran rupiah yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 ini disebut-sebut minim keterbukaan, terutama terkait informasi pagu anggaran yang terkesan ditutup-tutupi oleh pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung.
Fakta terbaru terungkap saat awak media RInews mencoba melakukan konfirmasi. Pihak BBWS, sebagaimana disampaikan oleh Dwi Tanto, mengaku “tidak tahu” dan bahkan terkesan “lupa” terhadap detail anggaran proyek tersebut. Padahal, dari keterangan kontraktor pelaksana PT Bajasa Manunggal Sejati, melalui Humas perusahaan, Alifiah, disebutkan bahwa nilai proyek yang sedang berjalan adalah Rp12,8 miliar.

Namun, data dari LPSE Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan angka berbeda. Berdasarkan informasi resmi tender (Kode Tender: 10026305000) yang diumumkan pada 25 April 2025, pagu anggaran mencapai Rp16.402.259.000,00 dengan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp16.401.944.000,00. Proyek ini memiliki masa pelaksanaan selama 210 hari kalender dan mencakup perbaikan gorong-gorong avour, saluran, serta pintu air di daerah irigasi Way Bumi Agung.
Ketertutupan pihak Balai Besar dalam memberikan informasi terkait pagu anggaran proyek publik bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
- Pasal 9 ayat (1) UU KIP mewajibkan badan publik untuk menyediakan informasi mengenai program, kegiatan, dan anggaran yang dibiayai negara.
- Pasal 52 UU KIP bahkan mengatur sanksi bagi pejabat publik yang dengan sengaja tidak menyediakan informasi publik yang diwajibkan.
Baca juga : KONI Surakarta Gelar Musorkot 2025: Momentum Strategis Pembenahan Tata Kelola Olahraga
Menurut Dr. Endang Prasetyo, SH, M.H., pakar hukum administrasi negara dari Universitas Lampung:
“Keterbukaan anggaran bukan sekadar kewajiban formal, tetapi merupakan instrumen pengawasan publik. Jika pihak BBWS menutup informasi, hal ini bisa dikategorikan sebagai maladministrasi karena menghalangi hak masyarakat atas informasi publik. Jika ada perbedaan data anggaran seperti ini, perlu audit menyeluruh untuk menghindari potensi tindak pidana korupsi.”
Selain itu, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan bahwa pengelolaan keuangan negara yang tidak transparan atau dimanipulasi dapat berujung pada dugaan korupsi, terutama bila terdapat selisih signifikan antara pagu anggaran resmi dengan nilai yang disebutkan oleh kontraktor.
Minimnya transparansi dalam proyek strategis seperti ini menimbulkan pertanyaan publik tentang akuntabilitas BBWS dan Kementerian PUPR. Di tengah upaya pemerintah pusat mendorong keterbukaan dan digitalisasi pengadaan barang/jasa melalui LPSE, sikap bungkam dari pejabat teknis justru memperlemah kepercayaan publik.
Tokoh masyarakat Desa Sri Jaya menilai keterbukaan anggaran penting untuk menghindari kecurigaan adanya potongan anggaran atau permainan harga dalam pelaksanaan proyek. “Kalau dari awal saja sudah tidak jelas, bagaimana kami bisa yakin pengerjaannya sesuai standar?” ujar salah satu warga yang ditemui di lapangan.
Kasus di Way Bumi Agung menunjukkan perlunya:
- Audit Transparansi Anggaran oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
- Klarifikasi resmi dari BBWS Mesuji Sekampung mengenai selisih angka Rp12,8 miliar dan Rp16,4 miliar.
- Penguatan pengawasan publik melalui partisipasi warga dan media agar proyek infrastruktur yang dibiayai APBN dapat berjalan sesuai aturan.
Pewarta : Hatami
