
“Dalam konteks buronan lintas negara seperti Dewi Astutik, aparat penegak hukum harus mengedepankan prinsip extradition cooperation dan memanfaatkan saluran hukum internasional secara optimal. Penundaan dalam penangkapan bisa melemahkan wibawa negara dan memperkuat impunitas pelaku kejahatan terorganisir,”
RI News Portal. Jakarta, 2 Juni 2025 — Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Jazilul Fawaid, menyerukan langkah cepat dan tegas dari Kepolisian Republik Indonesia dalam menangkap buronan narkotika kelas kakap, Dewi Astutik, yang juga dikenal dengan inisial PA. Desakan ini mencerminkan keprihatinan terhadap efektivitas penegakan hukum nasional dalam menghadapi kejahatan narkotika transnasional.
Dewi Astutik masuk dalam daftar buronan red notice Interpol atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penyelundupan narkotika jenis sabu seberat dua ton, dengan nilai estimasi mencapai Rp5 triliun. Dalam pernyataan resminya, Jazilul menyebut Dewi sebagai “otak utama” dari operasi penyelundupan lintas negara yang terorganisir dan didukung oleh sumber daya finansial dan jaringan yang luas.
“Ada yang bilang sindikat narkoba selangkah lebih cerdik dari antisipasi aparat kita, sebab mereka punya jaringan dan dukungan dana yang kuat,” ujar Jazilul pada Minggu (1/6/2025), menggarisbawahi perlunya pembaruan strategi keamanan dan intelijen dalam menghadapi kejahatan narkotika global.

Pernyataan Jazilul menunjukkan bahwa sindikat narkotika internasional bukan hanya tantangan hukum, tetapi juga isu kriminologi lintas yurisdiksi. Fenomena ini menuntut sinergi antara aparat penegak hukum nasional, lembaga internasional seperti Interpol, serta otoritas perbatasan dan imigrasi.
Menurut berbagai studi dalam literatur kriminologi global, kejahatan narkotika kelas berat sering melibatkan modus operandi kamuflase yang memanfaatkan profesi legal. Dalam konteks ini, Jazilul turut menyoroti praktik eksploitasi terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang dijadikan kurir atau alat penyelundupan, antara lain melalui jalur tenaga kerja migran.
“Modusnya sering berkedok profesi legal seperti asisten rumah tangga,” tambahnya, sembari mendesak perlunya peningkatan pengawasan terhadap arus masuk orang dari luar negeri.
Desakan terhadap penguatan sistem pengawasan pada titik-titik kedatangan internasional merupakan bagian dari strategi pencegahan dini. Dalam perspektif kebijakan publik, hal ini menuntut kolaborasi antar lembaga, termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Imigrasi, serta Badan Narkotika Nasional (BNN).
Baca juga : Serangan Rusia di Ukraina Tewaskan Warga Sipil: Ketegangan Meningkat Jelang Perundingan Damai di Ist
Langkah preventif dianggap lebih efisien secara sosial dan ekonomi ketimbang upaya represif pasca-kejahatan terjadi. Hal ini selaras dengan pendekatan crime prevention through environmental design (CPTED) dan pendekatan intelligence-led policing yang menjadi arus utama dalam reformasi penegakan hukum modern.
Kasus Dewi Astutik menegaskan kembali urgensi peningkatan kapasitas negara dalam menghadapi ancaman kejahatan narkotika berskala global. Respons cepat, integratif, dan berbasis intelijen menjadi kunci untuk menghindari keterlambatan dan kebocoran dalam sistem pengawasan nasional. Pernyataan Jazilul Fawaid bukan hanya kritik, tetapi sekaligus ajakan untuk meredefinisi strategi penegakan hukum dalam era kejahatan transnasional yang semakin kompleks.
Pewarta : Yudha Purnama

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal