
RI News Portal. Kairo 1 Juni 2025 – Kementerian Luar Negeri Yordania mengeluarkan kecaman keras terhadap keputusan Pemerintah Israel yang melarang sejumlah menteri luar negeri dari negara-negara Arab untuk memasuki wilayah Palestina, khususnya Ramallah, guna melakukan pertemuan resmi dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Keputusan ini memicu reaksi keras dari komunitas diplomatik Arab, serta menimbulkan pertanyaan serius terkait komitmen Israel terhadap prinsip-prinsip hukum internasional.
Dalam pernyataan resminya yang dirilis Sabtu (31/5), Kementerian Luar Negeri Yordania menyebut larangan Israel sebagai bentuk “arogansi” dan “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional”. Pemerintah Yordania menilai keputusan tersebut melanggar kewajiban Israel sebagai kekuatan pendudukan sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa Keempat Tahun 1949, yang menetapkan bahwa kekuatan pendudukan tidak boleh menghalangi aktivitas sipil dan diplomatik di wilayah yang diduduki.
“Delegasi menyampaikan sikap bersama yang menegaskan bahwa keputusan Israel mencegah kunjungan ke Ramallah guna bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pejabat Palestina lainnya itu merupakan pelanggaran nyata terhadap kewajiban Israel sebagai kekuatan pendudukan,” demikian kutipan pernyataan tersebut.

Delegasi yang dimaksud merupakan gabungan pejabat tinggi dari Liga Arab (LAS) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang terdiri atas para menteri luar negeri dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, Qatar, dan Turki. Delegasi ini sedianya akan melakukan kunjungan resmi pada Minggu (1/6) untuk menggelar dialog strategis dengan pihak Otoritas Palestina, sebagai bagian dari upaya diplomatik kolektif untuk meredakan ketegangan dan menghidupkan kembali jalur perdamaian.
Namun, larangan dari pihak Israel memaksa pembatalan kunjungan tersebut. Menurut laporan The Times of Israel, Pemerintah Israel menolak memberikan akses kepada para pejabat tinggi negara-negara Arab ke wilayah Tepi Barat, tanpa memberikan penjelasan yang memadai kepada publik internasional.
Dalam kerangka hukum internasional, tindakan Israel dinilai bertentangan dengan prinsip non-intervensi terhadap urusan diplomatik negara lain, serta bertolak belakang dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menegaskan status Tepi Barat sebagai wilayah pendudukan yang tunduk pada ketentuan hukum humaniter internasional. Sejumlah pakar hukum menyatakan bahwa tindakan pencegahan ini berpotensi melanggar Pasal 1 Konvensi Jenewa Keempat yang mewajibkan penghormatan dan perlindungan terhadap kegiatan sipil, termasuk interaksi diplomatik yang sah.
Baca juga : Pencuri Sawit Tertangkap Tangan di Labura, Warga Nyaris Hakimi, Polisi Amankan Pelaku
Kecaman Yordania tidak berdiri sendiri. Beberapa negara anggota OKI dan LAS juga mulai menyuarakan protes, menyebut tindakan Israel sebagai upaya sistematis untuk mengisolasi Palestina secara politik dan diplomatik. Beberapa analis regional memandang bahwa langkah Israel ini memperkuat asumsi tentang kebuntuan politik yang semakin mengakar dalam dinamika Timur Tengah pasca-normalisasi hubungan diplomatik beberapa negara Arab dengan Tel Aviv dalam kerangka Abraham Accords.
Penolakan Israel terhadap kunjungan tersebut bukan hanya berdampak pada proses dialog Israel-Palestina, tetapi juga dapat memperburuk persepsi dunia Arab terhadap komitmen Israel dalam mewujudkan perdamaian yang adil dan inklusif. Di tengah situasi yang terus memburuk di Gaza dan meningkatnya ketegangan di Tepi Barat, pembatasan diplomatik seperti ini dinilai kontraproduktif terhadap upaya rekonsiliasi.
Pemerintah Palestina melalui pernyataan tidak resminya menyayangkan langkah Israel dan menyerukan dukungan internasional agar kebebasan diplomatik di wilayah Palestina dapat dihormati sesuai prinsip kedaulatan terbatas yang diakui dalam berbagai forum multilateral.
Kasus ini menambah daftar panjang kontroversi terkait tindakan Israel di wilayah pendudukan. Sikap tegas Yordania mencerminkan kegelisahan kawasan terhadap kebijakan sepihak yang dinilai melemahkan tatanan hukum internasional dan merusak jalur diplomasi. Dalam konteks ini, diperlukan peran aktif komunitas internasional, terutama PBB dan Uni Eropa, untuk memastikan bahwa Israel tidak menggunakan kekuatan okupasi untuk membatasi partisipasi diplomatik yang sah di wilayah Palestina.
Pewarta : Setiawan S.TH

#rinewsadvertaising, #iklanrinews, #ruangiklan, #terkinirinews,
#beritarinews, #viralrinews, #updaterinews, #inforinews,
#beritarepublikindonesia, #beritaindonesia, #republikindonesianews,
#indonesianews, #republicindonesianews, #republicindonesiannews,
#beritacepat, #beritabaru, #ri_news, #republikindonesiaportal, #pertalberitaindonesia,
#rinewsportal, #republikindonesiaportal, #republicindonesianewsportal, #republicindonesianportal