RI News Portal. Wonogiri, 17 November 2025 – Inspeksi mendadak yang dilakukan oleh Bupati Wonogiri Setyo Sukarno bersama anggota DPRD setempat pada Jumat (14/11/2025) mengungkap ketidaksesuaian signifikan pada proyek peningkatan ruas jalan Bulukerto-Poncol di Kecamatan Puhpelem dan Bulukerto. Proyek bernilai Rp5,9 miliar ini, yang mencakup panjang 8,4 kilometer, menunjukkan ketebalan konstruksi aspal yang bervariasi dan sering kali di bawah standar, berpotensi memperpendek umur pakai infrastruktur hingga separuh dari estimasi awal.
Pengujian sampel langsung di lapangan oleh rombongan bupati menemukan bahwa lapisan atas jalan, yang terdiri dari campuran batu pecah, pasir, dan aspal, seharusnya memiliki ketebalan minimal 4 sentimeter sesuai rancangan anggaran biaya (RAB). Namun, hasil pengukuran menunjukkan rentang 2 hingga 3,9 sentimeter di sebagian besar titik, dengan beberapa segmen bahkan melebihi batas atas. Variasi ini menyebabkan permukaan jalan tidak rata, bergelombang, dan rentan terhadap pengelupasan dini, terutama pada lapisan pondasi aspal yang tebal-tipis secara tidak merata.
“Dari perspektif teknis, penyimpangan ketebalan ini mencerminkan pengurangan volume material yang disengaja, yang tidak hanya melanggar kontrak tetapi juga mengompromikan integritas struktural,” ungkap Bupati Setyo Sukarno dalam wawancara pasca-inspeksi di Kecamatan Purwantoro. Ia menekankan bahwa kontraktor utama, CV Putri Kencana, tampak tidak mematuhi RAB, sehingga merugikan anggaran daerah dan pengguna jalan. “Usia pakai jalan yang dirancang untuk lima tahun bisa menyusut menjadi dua hingga tiga tahun saja, karena kerusakan akseleratif akibat beban lalu lintas harian,” tambahnya.

Ketidakhadiran konsultan pengawas dari CV Perencana Jaya Indonesia semakin memperburuk situasi. Meskipun telah diberitahu sehari sebelumnya dan dihubungi ulang, tim pengawas tidak muncul di lokasi selama sidak berlangsung. Hal ini memicu pertanyaan mendasar tentang mekanisme pengawasan proyek. “Profesionalitas pengawas dipertanyakan ketika pekerjaan di bawah standar lolos verifikasi. Ini bukan sekadar kelalaian, melainkan potensi kegagalan sistemik dalam rantai akuntabilitas,” kata Setyo, yang menyatakan kegeramannya atas absennya pihak tersebut.
Dari sudut pandang fiskal, Ketua DPRD Wonogiri Sriyono menyoroti ketidakseimbangan antara alokasi anggaran dan output nyata, terutama di tengah keterbatasan keuangan daerah. “Dalam konteks belanja publik yang ketat, setiap rupiah harus menghasilkan infrastruktur berkualitas. Proyek ini, sebagai yang terbesar tahun ini melalui proses lelang terbuka, seharusnya menjadi model efisiensi,” ujarnya. Komisi III DPRD dijadwalkan menggelar rapat lanjutan dengan dinas terkait untuk merumuskan rekomendasi, termasuk kemungkinan sanksi atau perbaikan ulang.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Wonogiri, Prihadi Ariyanto, mengonfirmasi bahwa pekerjaan utama telah rampung, meskipun temuan ini muncul pasca-penyelesaian. “Nilai kontrak Rp5,9 miliar menjadikan proyek ini prioritas strategis untuk konektivitas antar-kecamatan,” katanya, sambil menegaskan bahwa pemilihan penyedia jasa dilakukan secara kompetitif.
Baca juga : Abrasi Parah di Pantai Kuta: Tumpukan Sampah Pasca-Bencana Ancam Citra Ikon Wisata Bali
Secara akademis, kasus ini mengilustrasikan isu klasik dalam manajemen proyek infrastruktur publik di Indonesia: celah antara perencanaan dan eksekusi. Penelitian serupa dari jurnal teknik sipil nasional menunjukkan bahwa variasi ketebalan aspal di bawah 10 persen dari spesifikasi dapat meningkatkan laju degradasi hingga 40 persen, dipengaruhi faktor seperti kualitas material dan pengawasan lapangan. Di Wonogiri, temuan ini tidak hanya menyorot risiko kerugian ekonomi—estimasi biaya perbaikan dini bisa mencapai puluhan persen dari nilai proyek—tetapi juga implikasi sosial, seperti gangguan mobilitas penduduk pedesaan yang bergantung pada akses jalan ini untuk aktivitas ekonomi.
Pihak berwenang diharapkan segera melakukan audit forensik independen untuk menentukan tanggung jawab, termasuk potensi pemutusan kontrak atau tuntutan ganti rugi. Kasus Bulukerto-Poncol menjadi pengingat krusial akan perlunya reformasi pengawasan berbasis teknologi, seperti pemantauan real-time, guna mencegah pengulangan di proyek-proyek mendatang.
Pewarta : Nandar Suyadi

