RI News Portal. Jakarta, 10 November 2025 – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa digitalisasi pelayanan publik dan penerapan sistem merit dalam manajemen sumber daya manusia (SDM) menjadi pendekatan utama untuk membendung praktik korupsi di lingkungan Kementerian Hukum (Kemenkum). Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah diskusi podcast yang dipantau di Jakarta pada Senin, di mana Supratman menyelaraskan visinya dengan kerangka Trisula Pemberantasan Korupsi yang digagas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Konsep Trisula KPK, yang mencakup penindakan, pencegahan, dan pendidikan secara seimbang, menjadi acuan bagi Supratman. Ia menekankan bahwa korupsi dapat dicegah sejak akar dengan memperbaiki dua elemen kunci: sistem melalui digitalisasi dan pengelolaan SDM melalui meritokrasi. “Sejak menjabat, saya menyoroti bahwa korupsi muncul dari celah sistem dan penilaian subjektif terhadap pegawai. Digitalisasi dan merit system adalah solusi fundamental untuk menumbuhkan integritas,” ujarnya.
Digitalisasi, menurut Supratman, bukan sekadar alat teknologi, melainkan fondasi pemerintahan elektronik yang transparan. Kemenkum tengah mengembangkan sebuah aplikasi super yang mengintegrasikan seluruh layanan daring, mulai dari proses pendaftaran hingga penyelesaian akhir. Aplikasi ini dirancang berdasarkan arsitektur Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dengan target peluncuran pada akhir Desember 2025 atau paling lambat Januari 2026. “Transparansi total akan tercipta, sehingga pencegahan korupsi terjadi secara preventif melalui pembenahan sistem,” tambahnya.

Di sisi lain, sistem merit menjamin promosi dan penempatan pegawai berdasarkan kompetensi serta prestasi, bukan kedekatan pribadi atau preferensi. Pendekatan ini diharapkan menghilangkan praktik nepotisme yang sering menjadi pintu masuk korupsi. Supratman juga menyoroti regulasi sebagai pendukung krusial. Meski kerangka hukum nasional telah memadai, implementasi sering terhambat oleh kurangnya komitmen. “Perbaikan regulasi diperlukan, tetapi fokus pada digitalisasi dan meritokrasi akan secara otomatis meningkatkan akuntabilitas dan integritas,” katanya.
Ketua KPK Setyo Budiyanto, yang turut serta dalam diskusi tersebut, memuji sinergi antara KPK dan Kemenkum sebagai wujud kolaborasi nyata dalam pemberantasan korupsi. “Pencegahan memerlukan keterlibatan semua pihak, termasuk kementerian. Melalui nota kesepahaman, kami dapat saling bertukar data, meningkatkan kapasitas SDM, memperkuat regulasi, serta mendukung upaya ekstradisi,” ungkap Setyo. Kerja sama ini juga mencakup harmonisasi aturan internal KPK dengan Kemenkum, dengan tujuan utama memperkuat pendidikan masyarakat agar kasus tidak berujung pada penindakan.
Analisis akademis terhadap strategi ini menunjukkan bahwa digitalisasi mengurangi interaksi manusia yang rentan manipulasi, sementara meritokrasi memperkuat etika kerja berbasis bukti. Studi empiris dari berbagai negara menunjukkan bahwa integrasi teknologi dengan reformasi SDM dapat menurunkan indeks persepsi korupsi hingga 20-30 persen dalam lima tahun pertama implementasi. Di konteks Indonesia, pendekatan ini selaras dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menekankan prinsip merit, serta Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE.
Sinergi KPK-Kemenkum ini diharapkan menjadi model bagi instansi lain, mendorong pencegahan korupsi melalui inovasi sistemik daripada hanya mengandalkan sanksi. Dengan demikian, integritas pemerintahan dapat dibangun dari dalam, menciptakan lingkungan yang resilien terhadap ancaman korupsi.
Pewarta : Vie

