RI News Portal. Bandar Lampung, 2 September 2025 – Di tengah hiruk-pikuk unjuk rasa yang melanda berbagai daerah di Indonesia, suasana di depan Kantor DPRD Provinsi Lampung pada Senin (1/9/2025) menawarkan pemandangan langka: para pemimpin daerah memilih untuk “turun ke bumi” secara harfiah. Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal, Pangdam XXI/Raden Intan Mayjen TNI Kristomei Sianturi, dan Kapolda Lampung Irjen Pol Helmy Santika tak segan duduk lesehan di aspal panas, berdialog langsung dengan ribuan demonstran dari Aliansi Lampung Melawan. Pendekatan ini bukan hanya simbolis, melainkan upaya konkret untuk meredam ketegangan melalui komunikasi terbuka, sebuah model yang jarang terlihat dalam dinamika protes nasional belakangan ini.
Peristiwa ini dimulai dengan gejolak suara protes yang membahana saat ketiga pejabat tersebut tiba di lokasi. Ribuan massa, yang mayoritas terdiri dari mahasiswa dan elemen masyarakat sipil, awalnya menyambut mereka dengan teriakan kekecewaan atas berbagai isu nasional. Namun, situasi berubah ketika para pemimpin menyatakan niat mereka untuk mendengarkan aspirasi secara utuh. Tampak pula Ketua DPRD Lampung Ahmad Giri Akbar, beserta tokoh agama dan adat setempat, yang turut hadir untuk memperkuat nuansa inklusif. Pendekatan lesehan ini, di mana semua pihak duduk setara tanpa pembatas protokoler, menciptakan ruang dialog yang lebih egaliter, kontras dengan pendekatan keamanan ketat yang sering mendominasi unjuk rasa di ibu kota.

Dalam sesi dialog yang berlangsung selama hampir dua jam, perwakilan mahasiswa menyampaikan sepuluh tuntutan utama. Di antaranya, desakan pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset untuk memerangi korupsi, pemangkasan gaji dan tunjangan anggota DPR sebagai langkah efisiensi anggaran dan tanggung jawab moral, serta evaluasi menyeluruh terhadap institusi Polri guna meningkatkan akuntabilitas. Tuntutan-tuntutan ini mencerminkan kekhawatiran lebih luas atas ketidakadilan sistemik, yang sering kali menjadi pemicu aksi massa di tingkat nasional. Para demonstran menekankan bahwa aspirasi ini bukan sekadar protes, melainkan panggilan untuk reformasi struktural yang mendalam.
Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, yang memimpin respons dari pihak pemerintah daerah, menyampaikan apresiasinya atas ketertiban aksi tersebut. “Terima kasih adik-adik mahasiswa yang telah menyuarakan aspirasi dengan tertib. Kami turun ke sini untuk mendengarkan semuanya,” ujarnya, sambil menegaskan komitmen untuk menyampaikan tuntutan tersebut ke tingkat pusat. Pernyataan ini disambut hangat, menunjukkan bagaimana dialog langsung dapat mengubah dinamika konfrontatif menjadi kolaboratif.
Baca juga : Seruan Internasional Bergaung atas Kekerasan dalam Protes Massal Indonesia
Sementara itu, Kapolda Helmy Santika menyentuh isu sensitif terkait insiden tragis di Jakarta, di mana seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas terlindas kendaraan taktis Brimob selama pengamanan demonstrasi. “Atas nama Kepolisian Daerah Lampung, saya memohon maaf kepada masyarakat atas peristiwa itu. Kami akan terus berbenah agar lebih baik lagi dalam melayani masyarakat,” katanya. Ia juga menambahkan, “Berikan ruang seluas-luasnya untuk tim yang bekerja dalam pengusutan kasus tersebut agar bisa terungkap secepat-cepatnya dan seterang-terangnya ke publik.” Respons ini memicu tepuk tangan meriah dari massa, menandai momen rekonsiliasi yang jarang terjadi di tengah kritik tajam terhadap aparat keamanan.
Pendekatan ini tak hanya meredakan ketegangan di Lampung, tetapi juga menawarkan pelajaran berharga bagi demokrasi Indonesia. Dalam konteks akademis, peristiwa ini bisa dilihat sebagai contoh deliberasi publik ala Habermas, di mana ruang publik menjadi arena dialog rasional antarpihak yang setara. Berbeda dengan liputan media online konvensional yang sering fokus pada aspek konfliktual atau jumlah massa, narasi ini menyoroti potensi transformasi melalui empati dan keterbukaan. Usai dialog, massa membubarkan diri secara tertib sekitar pukul 14.00 WIB, meninggalkan harapan bahwa model “dialog tanah” ini bisa direplikasi di daerah lain untuk mencegah eskalasi kekerasan.
Peristiwa di Lampung ini datang di tengah gelombang protes nasional yang dipicu oleh isu-isu serupa, termasuk reformasi kepolisian dan efisiensi pemerintahan. Meski demikian, keberhasilan dialog ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang responsif dapat menjadi kunci untuk menjembatani jurang antara rakyat dan penguasa. Para pengamat politik lokal berharap, inisiatif ini akan mendorong pemerintah pusat untuk lebih serius menanggapi aspirasi masyarakat, demi stabilitas jangka panjang.
Pewarta : IF

