
RI News portal. Kigali — Rwanda resmi menjadi negara Afrika ketiga yang menyetujui menerima deportan dari Amerika Serikat di bawah kebijakan pemerintahan Donald Trump untuk mengirim migran ke negara-negara yang tidak memiliki hubungan langsung dengan mereka. Kebijakan ini bertujuan mengurangi jumlah migran di wilayah AS.
Juru bicara pemerintah Rwanda, Yolande Makolo, menyatakan bahwa negara Afrika Timur itu siap menerima hingga 250 deportan dengan ketentuan bahwa setiap individu harus disetujui terlebih dahulu sebelum ditempatkan di Rwanda. Namun, Makolo belum memberikan kepastian kapan para deportan akan tiba dan apakah kedatangan mereka akan dilakukan sekaligus atau bertahap.
Departemen Luar Negeri AS menyebutkan bahwa Amerika Serikat memiliki kerja sama dengan Rwanda dalam berbagai bidang prioritas, tetapi enggan memberikan komentar lebih lanjut terkait rincian perjanjian deportasi dan pembicaraan diplomatik dengan negara-negara lain.

Bulan lalu, AS mengirim 13 pria yang digolongkan sebagai kriminal berbahaya ke Sudan Selatan dan Eswatini, setelah negara asal mereka menolak menerima kembali deportan tersebut. Kebijakan ini juga telah menimbulkan kontroversi saat AS mendeportasi ratusan warga Venezuela ke sejumlah negara Amerika Tengah seperti Kosta Rika, Panama, dan El Salvador.
Pada Maret 2025, AS menggunakan undang-undang perang abad ke-18 untuk mendeportasi lebih dari 200 imigran Venezuela ke El Salvador, di mana mereka langsung ditempatkan di pusat penahanan khusus yang dikenal sebagai CECOT, yang selama ini dikritik oleh kelompok hak asasi manusia atas dugaan pelanggaran HAM, termasuk penyiksaan dan kematian tahanan.
Kesepakatan Rwanda menerima migran sempat mengundang sorotan internasional setelah sebelumnya Inggris juga melakukan kesepakatan serupa pada 2022. Namun, perjanjian Inggris-Rwanda akhirnya dibatalkan oleh pemerintahan baru Partai Buruh dan dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah Agung Inggris pada 2023, dengan alasan Rwanda bukan negara ketiga yang aman bagi migran.
Baca juga : Netanyahu Pertimbangkan Pendudukan Penuh Gaza, Dunia dan Warga Israel Bereaksi Keras
Pemerintahan Trump menghadapi kritik karena melakukan sejumlah perjanjian rahasia dengan beberapa negara Afrika, termasuk Sudan Selatan dan Eswatini, untuk menerima deportan dari berbagai negara seperti Kuba, Laos, Meksiko, Myanmar, dan Vietnam. Beberapa deportan bahkan ditahan di fasilitas militer AS di Djibouti sebelum dipindahkan, sementara negara-negara penerima enggan memberikan keterangan soal nasib mereka.
Rwanda sendiri dikenal sebagai negara yang berhasil bangkit pasca-genosida 1994 dan dipimpin oleh Presiden Paul Kagame selama 25 tahun. Meski mempromosikan stabilitas dan pembangunan, negara ini juga dikritik karena tindakan keras terhadap kelompok oposisi.
Juru bicara pemerintah Rwanda mengatakan perjanjian ini merupakan bentuk kontribusi Rwanda dalam menangani persoalan migrasi global, dengan menegaskan nilai reintegrasi dan rehabilitasi bagi para deportan. Para deportan yang disetujui akan mendapatkan pelatihan kerja, layanan kesehatan, dan bantuan tempat tinggal agar dapat memulai kehidupan baru di Rwanda.
Pengamat politik Rwanda, Gonzaga Muganwa, menilai langkah ini sebagai upaya Rwanda untuk menjaga hubungan strategis dengan pemerintahan Trump.
Sementara itu, pemerintah Inggris memperkirakan kesepakatan migrasi yang batal dengan Rwanda menghabiskan dana publik hingga 900 juta dolar AS, termasuk sekitar 300 juta dolar AS pembayaran kepada Rwanda, yang tidak diwajibkan untuk dikembalikan setelah perjanjian berakhir.
Pewarta : Setiawan Wibisono S.TH
