
RI News Portal. Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Ketika menghadapi dinamika sosial menyusul kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen serta perubahan jam operasional sekolah dari enam hari menjadi lima hari. Kebijakan ini memicu keresahan publik dan memunculkan rencana aksi unjuk rasa besar-besaran pada 13 Agustus 2025.
Sebagai respons atas eskalasi tersebut, Bupati Pati H. Sudewo bersama unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan para koordinator lapangan (korlap) aksi menggelar forum rembug bareng pada Jumat, 8 Agustus 2025, di Restoran Warisan Nyonya, Pati. Pertemuan ini menjadi ruang deliberatif antara pemerintah dan masyarakat untuk mencari solusi damai.
Pertemuan yang berlangsung selama lebih dari tiga jam ini dihadiri sekitar 40 orang, termasuk pejabat tinggi Polda Jateng, tokoh masyarakat, LSM, mahasiswa, dan korlap aksi. Hadir pula penasihat hukum Bupati, Dr. Torang Rudolf Effendy Manurung, serta figur-figur sentral gerakan sipil seperti Anton Sugiman, Slamet Widodo (Om Bob), Lilik Salamun (LSM Ganesha), dan Cahya Basuki alias Yayak Gundul (GERPAB).

Dialog berlangsung dalam suasana terbuka dan penuh kehati-hatian, mencerminkan semangat demokrasi deliberatif yang mengedepankan musyawarah sebagai jalan penyelesaian konflik kebijakan.
Forum rembug bareng menghasilkan dua keputusan penting:
- Pembatalan kenaikan PBB-P2 sebesar 250 persen, yang dinilai memberatkan masyarakat.
- Pengembalian jam operasional sekolah dari lima hari menjadi enam hari, sesuai aspirasi publik dan kebijakan sebelumnya.
Keputusan ini disambut positif oleh para korlap aksi sebagai bentuk respons pemerintah terhadap aspirasi rakyat, sekaligus sebagai langkah strategis meredam potensi konflik sosial.
Baca juga : Transformasi Pendidikan Islami di Era Digital: Sintang Dorong Guru Berdaya Saing Lewat IHT
Cahya Basuki (Yayak Gundul), Korlap GERPAB, menegaskan bahwa dinamika yang terjadi adalah bagian dari proses demokrasi. Ia mengajak semua pihak untuk menurunkan tensi menjelang 13 Agustus dan menekankan bahwa perjuangan mereka bukan untuk menjatuhkan kepala daerah, melainkan murni demi pembatalan kebijakan yang membebani rakyat.
“Saya tetap bersama rakyat, menyuarakan persoalan yang memang perlu kita perjuangkan, termasuk nasib para PKL. Dari kejadian ini kita sama-sama belajar, termasuk Pak Bupati, bahwa rakyat adalah anak-anaknya yang harus didengar,” tegas Yayak.
Senada, Ustad Dr. Sahal Mahfudh dari ASPIRASI mengingatkan massa aksi agar tidak terprovokasi oleh pihak luar yang ingin menimbulkan kekacauan. Ia menyerukan jalur damai dan menjaga moralitas gerakan.
“Setan selalu senang melihat kita berselisih dan saling menyakiti. Lebih baik kita jaga lisan dari kata-kata kasar, dan jauhkan tangan dari tindakan yang menumpahkan darah,” pesannya.
Bupati H. Sudewo menyampaikan terima kasih atas masukan masyarakat dan berkomitmen untuk terus belajar serta mendengarkan aspirasi warga. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan lima hari sekolah telah dikembalikan menjadi enam hari.
“Saya mohon dukungan agar Pati tetap aman dan kondusif. Isu yang viral ini bisa mempengaruhi iklim investasi dan membuat investor ragu masuk ke Pati,” ujarnya.
Kapolresta Pati Kombes Pol Jaka Wahyudi mengusulkan agar aksi 13 Agustus diganti dengan acara tasyakuran bersama untuk menghindari potensi gesekan. Ia menegaskan komitmen pengamanan maksimal dan menyatakan akan menyeleksi kelompok yang hadir di alun-alun agar tidak disusupi kelompok anarko.
“Marwahnya Pati itu ada di alun-alun kabupaten. Jangan sampai diwarnai atau disusupi oleh kelompok-kelompok anarko yang sengaja datang dari luar untuk mengacau,” tegasnya.
Forum rembug bareng ini mencerminkan praktik demokrasi lokal yang sehat, di mana ruang partisipasi publik dibuka secara inklusif dan keputusan diambil melalui dialog. Pembatalan kebijakan yang kontroversial menunjukkan bahwa pemerintah daerah mampu beradaptasi dan merespons tekanan sosial secara konstruktif.
Dari perspektif kebijakan publik, kasus ini menyoroti pentingnya uji kelayakan sosial sebelum implementasi kebijakan fiskal dan pendidikan. Keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bukan hanya legitimasi politik, tetapi juga instrumen stabilitas sosial.
Pewarta : Nandang Bramantyo
